Nenek 107 Tahun Siap Nikah ke-23


Wook Kundor tergolong ’perempuan istiimewa’. Di usianya yang lebih dari seabad atau 107 tahun, nenek berkebangsaan Malaysia ini siap menikah lagi untuk yang ke-23. Hal tersebut ia lakukan, karena Nenek Wook takut suaminya yang ke-22 yakni Muh. Noor Che Musa yang baru berumur 37 tahun ini meninggalkan dirinya. Pasalnya, lelaki muda yang ia nikahi tujuh tahun lalu itu kini kecanduan narkoba. Dan sedang menjalani masa rehabilitasi. ”Saya sadar bahwa saya perempuan berumur. Saya tak memiliki tubuh perempuan muda yang bisa menarik perhatian siapa pun,” ujarnya. Nenek Wook mengungkapkan alasan niatnya untuk menikah lagi dikarenakan ia tidak mau kesepian. Terlebih menjelang Lebaran seperti sekarang. Muhammad yang kini menjadi suaminya, dulunya adalah anak kost Nenek Wook. Oalahhhhh ternyata cinlok toch. Bagi anda yang sedang ngekost, hati-hatilah dengan pesona ibu kost Anda. Tak peduli berapapun usianya.

Mandegnya Regenerasi di Koperasi


Masih terngiang jelas ucapan seorang ekonom di Hotel Atlet Century kepada saya tentang koperasi di Indonesia. Hal pertama yang ia soroti langsung pada regenerasi. “Mbak, secara teori koperasi memang bagus. Tapi, coba kita lihat prakteknya sekarang. Pengurusnya tidak ganti-ganti. Dari dulu sampai sekarang ketuanya ya itu-itu saja, seperti Pak Noorbasha Djunaid di GKBI dan Pak Zaky di Kospin Jasa. Kalau mau maju, koperasi harus ada regenerasi,” ujarnya kala itu.

Setelah saya cermati, kondisi yang dituturkan sang ekonom itu memang jamak dijumpai pada koperasi di tanah air. Ada yang menjadi pengurus hingga 30 tahun, 35 tahun, bahkan sampai meninggal. Uniknya, para pengurus sejati itu tidak malu tapi malah bangga karena mereka anggap sebagai prestasi. Seperti yang dituturkan salah seorang pengurus koperasi yang telah malang melintang di koperasi primer, sekunder, dan aktif di Dekopin. “Susan, saya dipilih menjadi pengurus koperasi sudah 30 tahun lebih,” ujarnya bangga. Hal senada juga dituturkan seorang pengurus koperasi masyarakat yang aktif di koperasi dari muda hingga lanjut usia. “Alhamdulillah, saya diberi kepercayaan untuk memimpin lagi,” kata pegiat koperasi yang kini berumur sekitar 80-an tahun.

Maka, menarik kala ada seorang pegiat koperasi yang membatasi diri menjadi pengurus koperasi. Karena sebagian besar malah kebablasan, dengan dalih anggota memilih dirinya kembali. Namun, orang seperti ini jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Dengan pola minimnya kaderisasi, sudah bisa ditebak, koperasi di Indonesia menjadi lembaga bisnis tua dengan pola tradisional, dan dikendalikan dengan cara  yang sangat konvensional alias kuno. Akhirnya, usaha yang dipilih pun di bidang low risk, apalagi kalau bukan memutar uang alias simpan pinjam. Sehingga, jangan heran jika apapun jenis koperasinya, bisa dipastikan koperasi yang bersangkutan membesut usaha simpan pinjam (USP). Pasalnya, jenis USP ini yang paling mudah dioperasikan. Di mana-mana orang pasti butuh duit. Sedangkan jenis bisnis lain lebih repot, perlu inovasi, dan memiliki tingkat resiko lebih tinggi. 

Kepemimpinan para sesepuh memang kaya pengalaman, tapi tidak berani mengambil resiko dan minim inovasi karena faktor usia. Bagaimana mungkin bisnis koperasi bisa maju, jika tongkat komando ada  pada para sesepuh. Padahal, bisnis berjalan sangat dinamis. Kondisi masih lumayan jika para sesepuh yang menjadi pengurus tidak menjadi eksekutif. Tapi, akan sangat fatal jika pengurus yang diisi golongan tua itu juga menjadi eksekutif koperasi. Sehingga, bisa dipastikan ketika bisnis koperasi dalam ambang kehancuran, tidak ada langkah cepat ataupun strategi inovatif untuk menyelamatkan kapal koperasi yang hampir karam.

Bagi golongan tua masih ingin berkarya, sudah seharusnya mereka ikhlas berada di balik layar, menjadi penasehat dan pengarah bagi kaum muda yang memegang roda kemudi bisnis koperasi. Keberadaan para sesepuh tetap diperlukan bagi kemajuan koperasi. Tetapi, porsi dan perannya harus proporsional.

Jika koperasi mau maju dan dilirik generasi  muda, sudah saatnya pegiat koperasi fokus pada kaderisasi koperasi. Selain penting untuk mengembangkan bisnis koperasi, regenerasi juga urgen untuk menjaga sustainable organisasi  koperasi. Kalau yang sepuh telah tiada, siapa yang akan menggantikannya?

Biaya Pelantikan Anggota DPR, DPD, MPR Rp 3,4 Miliar


Jakarta – KPU menyiapkan Rp 3,4 miliar untuk pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR periode 2009-2014 yang akan berlangsung pada 1 Oktober mendatang. Namun, diduga terjadi pembengkakan dalam alokasi anggaran tersebut.
 
“Dari data anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KPU yang disahkan Desember 2008, biaya sumpah/janji DPR dan DPD itu Rp 1,2 miliar,” kata peneliti senior Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, kepada detikcom, Senin (7/9/2009).

Roy mengatakan, sebagian besar dana Rp 1,2 miliar itu digunakan untuk honorarium kelompok kerja Rp 815,3 juta (68 persen), biaya perjalanan pendataan anggota DPR terpilih Rp 237 juta (20 persen), dan pengadaan barang/jasa Rp 147,6 juta (12 persen).

“Kami menduga ada pembengkakan dan KPU tidak menjelaskan ke publik. Kok tiba-tiba muncul tender? Dari mana anggaran Rp 3,4 miliar, karena awalnya hanya, Rp 1,2 miliar saja untuk pelantikan, itu pun sudah sangat besar?” jelas dia.

Dikatakan Roy, sangat berlebihan KPU sekarang ini menganggarkan jas bagi anggota DPR yang baru. KPU harusnya mengetahui mana asesoris yang dibiayai negara dan mana yang menjadi tanggung jawab calon.

“Masa jas saja dibelikan. Mau pakai baju apa kan pasti mereka tahu dan sudah disampaikan sebelumnya. Kalau semua pakai uang negara jadi apa negara?” tandas Roy.

Begitu pula dengan penginapan. Menurut Roy, KPU tidak perlu menginapkan para anggota Dewan itu di hotel mewah, sebab ada fasilitas negara berupa rumah dinas DPR. KPU tinggal berkoordinasi saja dengan DPR dalam hal itu.

“Kalau hotel mewah, aduh, image kita pejabat itu harus tinggal di tempat sederhana. KPU juga jangan menjebak DPR ke fasilitas yang berlebihan,” lanjut dia.

Di dalam websitenya, KPU telah menyiapkan anggaran senilai hampir Rp 3,4 miliar untuk pelantikan anggota DPR, DPD dan MPR. Anggaran tersebut terbagi dalam empat pos pengadaan lelang yaitu penyediaan akomodasi dan konsumsi (hotel) sebesar Rp 2.874.300.000; penyediaan jas, jaket, baju batik dan hem sebesar Rp 149.938.000; penyediaan kendaraan bus AC dan ambulans sebesar Rp 251.900.000; dan pengadaan jasa penyediaan tas sebesar Rp 115.500.000. (sumber:detikcom)

Tujuh Tugas Koperasi


Menurut Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta, tugas koperasi ada tujuh. Hal ini beliau sampaikan dalam Pidato Bung Hatta di radio (11 Juli 1947) dalam rangka peringatan hari koperasi pertama, 12 Juli 1947. Adapun tujuh tugas koperasi itu antara lain:

  1. Memperbanyak produksi, terutama produksi barang makanan, kerajinan, dan pertukangan yang diperlukan rakyat dalam rumah tangganya;
  2. Memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan rakyat.
  3. Memperbaiki distribusi, pembagian barang kepada rakyat;
  4. Memperbaiki harga yang menguntungkan bagi masyarakat;
  5. Menyingkirkan penghisapan dari lintah darat, pelenyapan sistim ijon, dan rentenir;
  6. Memperkuat pemupukan modal dengan menggiatkan kegiatan menyimpan;
  7. Memelihara lumbung simpanan padi, mendorong tiap-tiap desa menghidupkan kembali lumbung desa, diperbarui sesuai tuntutan jaman. Sistem lumbung ini menjadi alat menyesuaikan produksi dan konsumsi sepanjang masa dan juga menjadi alat penjaga penetapan harga padi.

Setelah mencermati tujuh tugas koperasi yang disampaikan founding father kita, agaknya koperasi pertanian dan pemasaran lebih banyak menjawab tujuh tugas tersebut. Sayangnya, dua koperasi tersebut tidak berkembang di tanah air.

‘Mengusir’ Remaja Pulang ke Rumah dengan Musik Jadul


Banyak  jalan menuju roma. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk menyuruh remaja yang gemar ‘dugem’ pulang ke rumah. Beragam cara sudah dilakukan Pusat Komunitas Hilton di Inggrisuntuk ‘mengusir secara halus’ kaum muda, namun belum membuahkan hasil. Hingga klub ditutup pun, sekitar pukul 22.00 para ABG  tetap ogah beranjak dari ruangan. “Banyak kegiatan yang dilakukan di Pusat Komunitas Hilton dan para remaja tersebut sangat menikmatinya,” kata John Finnie, konselor di komunitas tsb.

Akhirnya, Pusat Komunitas Hilton di Interness, Inggris pun memutar lagu-lagu jadul alias lagu lawas  yang tidak akrab di telinga para remaja seperti lagunya Julie Andrews. Lagu berjudul My Favorite things dan The Hills are Alive pun segera memenuhi ruangan. Ternyata, setelah lagu jadul itu diputar, para remaja pun dengan sukarela pulang ke kandangnnya masing-masing. Cara ini  ampuh mengusir mereka pulang. Pasalnya, kaum remaja  jadi bete karena tidak mengenal lagu yang diputar. Setidaknya ini menjadi ide bagi klub malam yang susah mengusir orang tua untuk pulang ke rumah, putar saja lagu anak-anak…..Dijamin para ortu pulang, karena ingat anaknya masing-masing di rumah hahahaha….(AFP&Media Indonesia)

Kopertama


Produk Kopertama

Produk Kopertama

Produksi Boneka

            Stan mungil koperasi di Sukabumi yang beranggotakan perempuan itu berada di antara pelaku usaha lain dalam sebuah expo investasi daerah yang digelar di Balai Kartini, Jakarta beberapa waktu lalu. Namanya Kopertama. Pengunjung akan menjumpai beragam penganan ringan khas Jawa Barat. Mulai sale pisang, dodol, madu, hingga abon ikan.

            Namun, boneka yang menjadi produksi utama Kopertama malah tidak nampang dalam pajangan. ”Ya, untuk pameran kali ini kami tidak membawa boneka, hanya penganan olahan anggota,” kata Mulyawati, Ketua Kopertama. Boneka teddy bear yang diproduksi anggota Kopertama, kata Mulyawati, biasanya diambil pedagang untuk dijual lagi. ”Ada yang diambil pedagang, ada juga yang dijual ke Pasar Pagi Mangga Dua dan toko oleh-oleh sepanjang daerah Cicurug,” jelasnya.

            Menurutnya, usaha boneka tetap prospektif dalam kondisi apapun. ”Usaha boneka tidak ada matinya.” Justru makanan kecil yang dipamerkan merupakan produk baru koperasi. ”Kami membuat makanan baru sekitar tiga bulan lalu.”

            Saat ini, koperasi yang berdiri sekitar tahun 1999 itu anggotanya belum mencapai seratus orang. ”Anggota kami merupakan pengrajin boneka dan makanan kecil,” jelas Mulyawati. Koperasi, kata dia, membantu permodalan dan pemasarannya. Untuk menjadi anggota koperasi, pengrajin cukup membayar simpanan pokok Rp 10 ribu dan simpanan wajib bulanan Rp 20 ribu.

            Dengan modal anggota yang masih minim, wajar jika koperasi ini kerap kalang kabut memenuhi kebutuhan pinjaman anggota. Untungnya, ada program dana bergulir yang mampir. ”Kami sangat terbantu dengan adanya dana bergulir dari pemerintah.

            Nasib mujur sepertinya masih menjadi milik Kopertama. Bukan hanya mendapat bantuan dana permodalan, koperasi ini juga mendapat bantuan dari Pemprov Jawa Barat berupa pembangunan gedung kopertama dua lantai senilai Rp 700 juta. ”Alhamdulillah, kami dibantu permodalan untuk membangun gedung koperasi.”

            Dengan adanya gedung permanen itu, Kopertama berusaha menampung lebih banyak lagi produk UKM  untuk dipasarkan. ”Kami berharap bisa menampung usaha kecil untuk mengembangkan usahanya bersama Kopertama,” harap Mulyawati.

Alamat Kopertama:

Jl. Siliwangi No. 394 Cicurug Sukabumi 43359

telp (0266)731104

Eksekutif Koperasi: Pengurus atau Manajemen?


Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar koperasi di tanah air dikelola oleh pengurus koperasi yang merupakan anggota koperasi. Koperasi yang mempercayakan pengelolaan koperasi kepada tim manajemen masih bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan pengurus nyemplung mengelola koperasi karena beragam alasan, mulai dari efisiensi biaya hingga takut terjadi penyimpangan dana jika dipercayakan ke manajemen.

Sebagai pengelola koperasi, hal yang diutamakan oleh eksekutif adalah kompetensi dan profesionalitas. Bukan masalah ybs berasal dari anggota atau bukan. Sehingga, sudah seharusnya eksekutif atau pengelola koperasi diisi oleh tenaga profesional yang mempunyai kemampuan manajerial. Proses rekrutmen eksekutif pun harus jelas dan transparan seperti di lembaga usaha lain.

Bagaimana posisi pengurus? Sebagai pemilik koperasi, karena merupakan anggota, pengurus berperan sebagai pengawas koperasi. Tugasnya melakukan pengawasan dan monitoring terhadap koperasinya. Selain itu, tugas pengurus adalah menetapkan kebijakan koperasi. Tentunya ini terkait dengan dengan tugasnya sebagai wakil anggota. Sehingga, tugas pengurus adalah mewakili anggota bukan mengelola koperasi. Kalaupun pengurus ‘terpaksa’ mengelola koperasi, maka ybs harus memiliki kemampuan manajerial di bidangnya.

SHU tidak dibagi? Biasa aja lagi


Salah satu perbedaan menyolok di koperasi dan perusahaan adalah pembagian keuntungan. Jika di perusahaan dinamakan deviden, di koperasi namanya sisa hasil usaha (SHU). Deviden perusahaan tidak selalu dibagikan tiap tahun, karena digunakan untuk menambah modal atau kapital perusahaan. Bagaimana dengan sisa hasil usaha di koperasi? Sepertinya tidak demikian.

Mayoritas anggota koperasi menginginkan SHU tiap tahun harus dibagi. Jika SHU tidak dibagi, anggota pun protes, meski, saat itu koperasinya kekurangan modal. Hal umum yang kerap terjadi, kala koperasi minus modal, anggota dan pengurus koperasi lebih memilih meminjam modal dari luar. Sementara SHU tetap dibagikan.

Bahkan, SHU pun sering dipaksakan dan dibagikan, padahal koperasi ybs merugi. Nah, darimana uang SHU itu? Yang pasti, SHU itu bukan murni dari keuntungan koperasi. Mungkin diambil dari dana sosial, dana pendidikan anggota, atau jangan-jangan malah cadangan.

Mengapa SHU tetap dibagi, padahal koperasi sedang tekor? Ternyata, selain anggota yang ngotot menginginkan SHU tiap tahun dibagi, pengurus juga ikut ambil bagian. Kini, berkembang tren bahwa untuk mengukur kinerja koperasi, lihat saja perolehan SHU-nya dan pembagian SHU ke anggota. Bahkan, pengurus koperasi akan merasa gagal dan malu, jika perolehan SHU turun. Dalam bisnis, hal tersebut biasa saja. Namanya bisnis, pasang surut hal wajar. Demikian pula SHU. Kalau bisnis koperasi jelas sedang merugi, kok  malah membagikan keuntungan alias SHU? Jelas hal ini tidak masuk akal. Anehnya, anggota koperasi juga tidak mau tahu, darimana uang SHU berasal padahal mereka tahu koperasinya sedang rugi.

Koperasi jelas berbeda dengan perusahaan yang semata mengejar keuntungan. Kalau lembaga yang semata mengejar keuntungan saja bisa menahan keuntungan atau tidak membagikan keuntungan karena sedang merugi, mengapa koperasi yang jelas-jelas berwatak sosial dan seharusnya lebih mementingkan pelayanan, malah ’memaksa’ harus membagikan keuntungan tiap tahun?

Jika koperasi sedang merugi atau membutuhkan modal, bisa saja koperasi ybs tidak memberikan SHU. SHU yang ada ditahan untuk perkuatan modal. Ada juga yang mempraktekkan, sebagian SHU dibagi, dan sebagian kecil ditahan. Fungsinya, sebagai dana darurat kalau koperasi kekurangan modal. Selain itu, SHU ditahan tersebut jika bisa digunakan sebagai cadangan SHU tahun depan jika performa bisnis koperasi menurun, sementara anggota menuntut pembagian SHU.

Sudah saatnya kita merubah mindset bahwa SHU tidak harus dibagi tiap tahun. Demikian pula pemahaman bahwa kenaikan SHU menjadi satu-satunya indikasi kemajuan sebuah koperasi. Untuk merubah mindset ini memang tidak mudah, tapi bukan hal yang tidak mungkin. Koperasi bisa menyelenggarakan pendidikan anggota secara intensif untuk merubah mindset dan sense of belonging to anggota ke koperasi.

Sekali lagi, SHU bukan satu-satunya indikasi keberhasilan koperasi. Masih banyak faktor lain yang menjadi indikasi kemajuan performa koperasi. Kenaikan jumlah anggota, misalnya. Karena, koperasi merupakan kumpulan orang bukan modal. So, SHU ga mesti dibagi.

Sandiaga Salahuddin Uno: Koperasi dan Usaha Kecil Lebih Liat


SandiagaFB2Koperasi dan usaha kecil akan mampu bertahan menghadapi krisis global yang kini tengah melanda dunia, termasuk Indonesia. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Bidang Koperasi dan UKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sandiaga Salahuddin Uno usai acara diskusi Islam dan Kewirausahaan dalam rangka Maulid Nabi yang digelar PT PNM, beberapa waktu lalu. “Koperasi dan usaha kecil lebih liat dalam menghadapi krisis saat ini. Bukan hanya koperasi, lembaga keuangan mikro lain seperti BPR dan BMT juga sama, karena bermain di segmen mikro ,” ujarnya. Menurutnya, koperasi dan usaha kecil juga terbukti menjadi katup pengaman ekonomi Indonesia saat krisis moneter 1998.

Agar Koperasi Sekunder Tetap Dilirik Primer


Temanku bernama Khoirul saat ini menjadi manajer BMT di Banten, Jawa Barat. Saat kutanya mengapa koperasi BMTnya tidak menjadi anggota koperasi syariah sekunder, Khoirul menjawab,” Kalo untuk saat ini belum mba. Karena kalaupun bergabung, kami tidak mendapat manfaat signifikan.” Ia mencontohkan, jika BMTnya meminjam ke sekunder tersebut, bagi hasil atau jika dikonversi jasa, bunganya lebih tinggi dari BMT. Selain itu, ia belum melihat fasilitas lain yang ditawarkan ksekunder koperasi ybs ke BMT.

Kian melemahnya fungsi dan kedudukan sebagian koperasi sekunder di mata anggota ataupun primer yang potensial menjadi anggotanya, harus menjadi perhatian kalangan pengurus sekunder koperasi. Supardi (bukan nama sebenarnya) misalnya, pengurus koperasi serba usaha di Jakarta. Ia mengakui, saat ini sekunder KSUnya sudah tidak begitu berpengaruh bagi koperasinya. “Kami tidak meminjam ke sekunder karena bunganya sama dengan di koperasi kami,” ujarnya. Selain bunganya sama, ternyata market atau pengguna jasa juga sama, yakni masyarakat perorangan. Padahal, sebagai sekunder, seharusnya Pus KSU melayani koperasi primer.

Apakah bisnis yang sama, menjadi hambatan hubungan harmonis koperasi sekunder dengan primer? Menurut Supardi, justru bisnis yang sama malah menjadi koneksi koperasi primer dan sekunder. Hal senada juga diungkapkan Abat Elias, General Manager Inkopdit atau Induk Koperasi Kredit  (Sekunder Koperasi Kredit). Menurutnya, bisnis yang sama bisa menjadi hambatan, jika market koperasi sekunder dan primer sama, yakni anggota perorangan. Tapi, jika koperasi sekunder hanya melayani anggota koperasi primer, justru bisnis yang sama menjadi penguat hubungan primer dan sekunder. Dan yang pasti, jika bisnisnya itu simpan pinjam, maka jasa pinjaman di koperasi sekunder harus lebih rendah ketimbang jasa koperasi primer.

Jurus lain agar koperasi sekunder tetap ‘di hati’ anggota koperasi primer, maka koperasi sekunder harus memiliki nilai lebih lain. “Koperasi sekunder seharusnya bisa membuka akses pemasaran bagi anggota koperasinya,” kata Drs. Harsono, pegiat koperasi di Semarang. Lainnya, koperasi sekunder berperan sebagai pintu pembuka, akses, atau pelobi dengan lembaga lain bagi anggotanya. “Misalnya, sekunder koperasi konsumen bisa melobi pihak produsen seperti Indofood atau Unilever memberikan potongan harga lumayan untuk koperasinya,” imbuh Harsono.

Lainnya, kata Abat Elias, sekunder koperasi berperan sebagai monitoring kesehatan koperasi dan lembaga fasilitator. “Inkopdit melakukan pengawasan kesehatan koperasi anggota. Kami juga menyediakan fasilitas training untuk memperkuat SDM dan organisasi lembaga,” ujarnya. Uniknya, training yang digelar Inkopdit di hotel itu tidak gratis. “Anggota diwajibkan membayar, kadang Rp 3 juta, Rp 4 juta, dan mereka bersedia. Karena materinya memang dibutuhkan anggota, dan instrukturnya kompeten, tidak asal,” jelas Abat. Abat juga menambahkan, jika koperasi sekunder tetap dilirik anggota, maka pengurus dan manajemen harus memiliki kompetensi ‘lebih’ ketimbang anggotanya.