All About Coops (2)


Pendapatan Koperasi
17. Pendapatan koperasi dari transaksi anggota disebut partisipasi bruto. Jika transaksinya berupa pengadaan barang/jasa untuk anggota, maka partisipasi bruto dihitung dari harga yang diterima atau dibayar oleh anggota mencakup beban pokok dan partisipasi neto. Jika transaksinya dalam pemasaran hasil produksi anggota, partisipasi bruto dihitung dari beban jual hasil produksi anggota baik kepada nonanggota maupun ke anggota.
18. Pendapatan dari kegiatan transaksi dengan nonanggota disebut pendapatan (penjualan) dan dilaporkan terpisah dari partisipasi anggota dalam laporan perhitungan hasil usaha sebesar nilai transaksi. Selisih antara pendapatan dan beban pokok transaksi dengan nonanggota diakui sebagai laba atau rugi kotor dengan nonanggota.
19. Laporan keuangan koperasi harus dapat mencerminkan tujuan koperasi, maka perhitungan hasil usaha harus menonjolkan secara jelas kegiatan usaha koperasi dengan anggotanya, karena itu pendapatan dari anggota penempatannya terpisah dari pendapatan yang berasal dari transaksi nonanggota. Ini untuk menegaskan pelayanan koperasi lebih diutamakan ke anggota.
20.Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran berkoperasi anggota, maka koperasi melakukan berbagai kegiatan yang dimasukkan sebagai beban. Beban koperasi antara lain pelatihan anggota, pengembangan usaha anggota, dan iuran untuk gerakan koperasi (Dewan Koperasi Indonesia).
Laporan Keuangan Koperasi
21. Laporan keuangan koperasi meliputi Neraca, Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
22. Neraca memuat informasi aktiva, kewajiban, dan ekuitas koperasi.
23. Perhitungan hasil usaha (PHU) memuat hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan nonanggota. PHU memberikan informasi pendapatan, beban usaha, dan beban perkoperasian. Perhitungan hasil usaha menyajikan hasil akhir yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) yang mencakup hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan nonanggota.
24. Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai perubahan kasus yang meliputi saldo awal kas, sumber penerimaan kas, pengeluaran kas dan saldo akhir kas pada periode tertentu.
25. Laporan Promosi Ekonomi Anggota (LPEA)adalah laporan yang menunjukkan manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi selama satu tahun. LPEA mencakup a) manfaat ekonomi dari pembelian barang atau pengadaan jasa bersama; b) manfaat ekonomi dari pemasaran dan pengolahan bersama; c) manfaat ekonomi dari simpan pinjam koperasi; d) manfaat ekonomi dalam bentuk pembagian sisa hasil usaha.
26. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan pengungkapan yang memuat:
a. Perlakukan akuntansi antara lain:1) Pengakuan pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi koperasi dengan anggota dan nonanggota. 2) Kebijakan akuntansi tentang aktiva tetap, penilaian persediaan, piutang dsb. 3) Dasar penetapan harga pelayanan kepada anggota dan nonanggota.
b) Pengungkapan informasi antara lain: 1) Kegiatan atau pelayanan utama koperasi kepada anggota baik yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maupun dalam praktek, atau yang telah dicapai oleh koperasi. 2) Aktivitas koperasi dalam pengembangan sumber daya dan mempromosikan usaha ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan perkoperasian, usaha, manajemen yang diselenggarakan untuk anggota dan penciptaan lapangan usaha baru untuk anggota.

Bening Penampilanmu Buram Koperasiku


Penyakit korupsi telah mewabah hampir ke seluruh sendi kehidupan di negeri ini. Gembar gembor menangkap koruptor dan menjebloskannya ke penjara, tidak membuat para ‘tikus’ gentar, malah mereka praktek terang-terangan dan secara terbuka, tak terkecuali di koperasi. Keinginan untuk hidup mapan, enak, berpenampilan wangi dan necis, membuat orang mudah gelap mata.
Tak pelak lagi, apa yang bisa didagangin, ya dibisnisin saja. Gitu saja repot…
Salah satu temanku menjadi korban dari racun tikus dan gaya hidup yang maunya hidup enak, meski harus memakan uang bukan haknya.
Sekitar dua tahun lalu, teman saya, pengusaha komputer kelas teri (maaf friend), mengeluh soal uangnya berjumlah Rp 10 juta ‘yang lenyap’ untuk syarat tender di satu-satunya lembaga gerakan koperasi di Indonesia. “Kalau tidak memberi uang muka, tidak bisa ikut tender,” ujarnya.
Ternyata, setelah uang Rp 10 juta masuk ke kantong salah satu oknum yang duduk di Dekopin, tidak ada kabar berita soal tender yang dijanjikan. “Saya punya banyak bukti,” bebernya.
Bahkan, aroma ketidaktransparan penggunaan uang rakyat kian terang benderang, kala Dekopin pimpinan Adi Sasono yang kini terpilih lagi, tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan. Anehnya, di antara pemimpin paripurna ada beberapa orang yang mengaku tidak tahu menahu penggunaan uang rakyat itu. Sudah menjadi kewajiban pengurus untuk mempertanggungjawabkan ‘bantuan dari pemerinta’ itu. Tidak boleh ada dalih, karena aliran uang itu dari pemerintah, ya pertanggungjawabannya ke pemerintah. Kalau begitu, anggota itu dianggap sebagai apa? Sebagai nama pajangan untuk mendapatkan anggaran? Kalaupun akhirnya diputuskan untuk membuat laporan keuangan paling lambat tiga bulan, hingga sekarang belum ada kabar burungnya. Tapi, tidak seharusnya karena ketiadaan LPJ Keuangan di Dekopin ini juga menjadi alasan pembenaran oleh gerakan koperasi lain untuk menciptakan dualisme kepemimpinan di Dekopin.
Baru-baru ini saya juga sempat syok, saat tahu praktek yang tidak elok dan sama sekali baunya tidak sedap dan akan membusuk yang terjadi dalam wadah tunggal gerakan koperasi Indonesia.Lagi-lagi soal penyimpangan uang. Kali ini tidak berhubungan dengan uang rakyat, tapi dengan negara lain. Celakanya, akibat praktek tidak terpuji ini, nama koperasi Indonesia pun ikut tercela. Kalau orang mungkin sudah masuk DOT (Daftar Orang Tercela). Karena ini menyangkut lembaga, jadi DPT kali….maksudnya Daftar Praktek Tercela.
Tidak hanya sampai di situ. Dari data-data yang saya peroleh, banyak penyimpangan dalam proyek “MEMPERDAYAKAN’ koperasi dan UKM di tanah air. Para elitis koperasi tak ubahnya politisi yang jualan nasib koperasi dan usaha kecil untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Bukan untuk memperbaiki koperasi, bukannnn….Ah…itu sangat idealis dan tidak realistis. Mungkin itulah nyanyian hidup mereka. Tapi lebih pada upaya untuk menebalkan kantong masing-masing. Makin tebal, makin ngetop. Pasalnya, untuk menduduki kursi nomor satu di wadah tunggal gerakan koperasi juga butuh modal besar. Kecuali, menjadi ketua umum bisa dengan hanya modal dengkul dan integritas. Wah wah koperasi di Indonesia pasti maju…..
Lihatlah gaya hidup para politisi koperasi itu. Gimana merangkul yang kecil, gaya hidupnya saja jauh dari kesan merakyat. Orang luar yang melihat gaya para politisi koperasi ini pasti geleng-geleng kepala, karena nasib koperasi tidak sebening penampilan mereka.
FBJKT

Rebutan Kue Ketua Dekopin Karena APBN?


Menggelitik menanggapi pertanyaan sesepuh koperasi Pak Asnawi Hasan. “Dekopin kita Dekopin beneran bukan?” Pertanyaan itu muncul sebagai respons kondisi Dekopin saat ini dengan dualisme kepemimpinan:Adi Sasono dan Nurdin Halid. Kendati, pemerintah telah menetapkan kepemimpinan Dekopin yang sah adalah Dekopin Adi Sasono. Secara de facto, Dekopin Adi Sasono didukung mayoritas anggota dan menjalankan program2 pengembangan koperasi dengan dana anggaran pemerintah mencapai ratusan miliar rupiah. Sementara secara de jure, Dekopin kepemimpinan Sri Edi Swasono yang saat ini diganti oleh Nurdin Halid lewat RA Juni lalu adalah Dekopin yang sah. Namun, secara de facto, Dekopin Sri-Edi Swasono tidak punya massa riil dan minim kegiatan pengembangan koperasi.
Beberapa pegiat koperasi mengaku, tidak berpihak ke kedua Dekopin. “Saya tidak memihak kemana-mana,” kata H. Sugiharto, Ketua KSU Tunas Jaya. Demikian juga yang diungkapkan Manajer Kopdit Melati RAY Susilo. “Saya tidak memihak Dekopin Pak Adi Sasono maupun Pak Sri Edi Swasono.”
Kedua pegiat koperasi itu sepakat, seharusnya Dekopin mandiri. “Coba buktikan, Pak Adi Sasono berani ga terus jalan tanpa APBN. Kalau butuh dana, iuran anggota yang harus digiatkan. Bukan tergantung pada APBN semata,” kata Ray.
Sebelum dualisme kepemimpinan memanas, Dekopin sudah ‘terbiasa’ dengan konflik. Banyak kalangan yang menuding APBN sebagai sumber konflik. Karena gerah dengan konflik Dekopin yang terus membara, sebagian anggota, terutama dari kalangan induk koperasi setuju kalau Dekopin mandiri, tidak tergantung APBN. Malangnya, keanggotaan induk koperasi dan suaranya di Dekopin hanya minoritas dibandingkan Dekopinwil.
Lucunya, APBN yang selama ini menjadi biang kerok konflik di Dekopin, dan manfaatnya tidak dirasakan oleh koperasi karena banyak program yang impelementasinya tidak jelas, malah diklaim pemerintah sebagai keberpihakan pemerintah ke koperasi. Hal ini diungkapkan oleh Sutrisno Iwantono. “Pemerintah merasa telah membantu koperasi, berpihak ke koperasi dengan dana APBN yang digulirkan ke Dekopin,” jelasnya. Padahal, dana APBN yang digunakan Dekopin, tidak menyentuh kepentingan koperasi, imbuhnya. “Bahkan, seharusnya bantuan APBN, atau kredit langsung diberikan ke anggota, jangan ke koperasi. Kalau anggotanya maju, koperasinya maju.”
Banyak kalangan juga percaya, dualisme kepemimpinan yang saat ini terjadi juga tidak bisa dilepaskan dari keberadaan APBN. “Coba kalau APBN-nya tidak ada, masih pada rebutan untuk memimpin Dekopin?Saya rasa tidak,” kata H.Sugiharto.

Usulan ‘Mimpi’ Koperasi di Era Neolib


“Ini seperti makalah mimpi,” kata Asnawi Hasan di depan puluhan pegiat koperasi. Siang itu, pensiunan militer ‘berdarah’ koperasi memaparkan konsepnya berjudul Peranan Pemerintah Dalam Pembangunan Koperasi Indonesia Yang Kuat dan Mandiri” yang sedianya dijadikan rekomendasi ke pemerintahan mendatang. “Ini seperti mimpi. Dalam kondisi koperasi sekarang yang keleleran membicarakan koperasi kuat dan mandiri,”ujarnya. Induk koperasi kita beneran tidak, Dekopin kita beneran tidak, imbuhnya.
Secara garis besar, Asnawi menggarisbawahi ada sembilan elemen penting yang harus diperhatikan pemerintah. Pertama, pembangunan sektor koperasi dimana pemerintah menciptakan lingkungan kondusif bagi pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Kedua, pemerintah berkonsultasi dengan koperasi dalam perumusan kebijakan. Ketiga, pemerintah men-support struktur institusional gerakan koperasi yang ramping dan efektif. Keempat, pemerintah mendorong dan mendukung kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan koperasi, mendukung pengembangan dan penerapan sistem pelatihan serta program yang memadai. Kelima,pemerintah mendorong dan mendukung pengembangan kepemimpinan koperasi yang berdedikasi. Keenam, pemerintah mensupport koperasi dalam membangun dan memperkuat sumber dayanya serta bantuan keuangan tanpa melanggar otonomi koperasi. Ketujuh, pemerintah mendukung jaringan bisnis koperasi sehingga bisa menjalankan kegiatan usaha secara profesional. Kedelapan, pembangunan citra, dimana pemerintah membantu koperasi dalam mempromosikan nilai, prinsip, dan semangat koperasi. Kesembilan, undang-undang yakni pemerintah berusaha mengundangkan UU koperasi yang progresif, sesuai jatidiri koperasi.

Di Dunia, Menteri Koperasi Itu Langka


Koperasi di Indonesia semestinya dijadikan sesuatu yang biasa. Demikian komentar tokoh koperasi Drs. Sularso. “Koperasi jangan aneh-aneh, jadikan sesuatu yang biasa saja,”ujarnya di depan puluhan tokoh koperasi dalam Diskusi Sistem Pengembangan Koperasi, Rabu (22/6). Hal yang tidak biasa, salah satunya keberadaan Menteri Koperasi. “Menteri Koperasi itu langka keberadaannya di dunia. Kita berjuang mati-matian untuk keberadaannya,” ujarnya.
Lantas pertanyaannya, adakah pengaruh significant keberadaan Kementerian ini bagi kemajuan koperasi. Terlebih dibandingkan dengan negara lain. “Koperasi di Belanda maju, tapi tidak ada Menteri Koperasinya. Di Indonesia bagaimana?” Jadikanlah koperasi barang biasa yang menjadi bagian perekonomian Indonesia,imbuhnya.
Koperasi di Indonesia terdengar gaungnya hanya pas peringatan Hari Koperasi, 12 Juli. Seperti yang dituturkan Hendri Saparini usai Seminar Marketing in Crisis di Smesco Promotion Center, Gatot Subroto. “Koperasi di Indonesia lekat dengan politik. Dan gaungnya baru terasa saat ada perayaan ulang tahun koperasi dan saat kampanye. Setelah hari koperasi, koperasi tidak dibicarakan lagi. Seharusnya tidak demikian,” jelas ekonom Econit ini. Menurutnya, kalau koperasi di Indonesia ingin maju, harus berbasis pertanian. Terlebih, Indonesia merupakan negara agraris. “Tapi, tanpa dukungan infrastruktur dan pembiayaan dari pemerintah akan sulit diwujudkan,” jelasnya.
Sependapat dengan Hendri, Sularso pun mengatakan justru sektor yang potensial digerakkan melalui berkoperasi yakni pertanian, di Indonesia malah tidak berkembang. “Yang cocok dengan prinsip-prinsip koperasi di Indonesia itu pertanian. Harusnya ini yang menjadi prioritas. Koptan, KUD seharusnya menjadi pelaku utama.”
Ditambahkannya, selain itu juga perlu dikembangkan koperasi kredit pertanian sebagai akses pembiayaan kaum petani.Selain itu, juga perlu bank pemerintah yang mengurusi koperasi. “Bank koperasi itu bukan bank milik koperasi.”
Sularso juga menegaskan perlunya pembagian tugas membina koperasi bukan hanya di Kementerian Koperasi. “Yang membina koperasi pertanian ya Menteri Pertanian. Kalaupun Menteri Koperasi membina UKM, harusnya yang dibina UKM yang berkoperasi,” tegasnya.

Jangan-jangan Koperasi Tidak Laku Lagi


 “Kita seharusnya tahu, dagangan kita (koperasi) itu masih laku atau tidak. Jangan-jangan masyarakat merasa sudah tidak butuh lagi koperasi.” Pernyataan bernada provokatif itu mengalir dari mulut pejabat Kementerian Koperasi dan UKM dalam Diskusi Sistem Pengembangan Koperasi 2009-2014 yang digelar di Gedung DNIKS, Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (22/7).

Pejabat Kementerian yang berkata lantang bernama Pariaman Sinaga dari Bagian Riset dan Pengkajian itu juga menyampaikan kondisi koperasi sekunder di tanah air. “Saat ini hanya 15% koperasi sekunder yang bisnisnya terkait dengan koperasi primer. Ia juga menyatakan keheranannya, mengapa koperasi maju dan besar, sebagian koperasi yang tidak menerapkan jatidiri koperasi. “Ini berarti harus ada pencitraan ulang koperasi. Masyarakat masih butuh koperasi tidak. Rakyat kecil masih mau berkoperasi tidak,” imbuhnya.

Meski diklaim Kementerian Koperasi, pertumbuhan koperasi tiap tahun lumayan, namun jumlah koperasi yang bertumbangan juga tidak terhitung. “Tiap tahun banyak mayat koperasi, dan jumlahnya terus meningkat tiap tahun,” tegas Pariaman. Apa yang salah dengan koperasi yang di usianya ke 62 belum banyak kemajuannya?

Heira, mahasiswa program Pasca Sarjana Institut Manajemen Koperasi Indonesia atau IKOPIN mengungkapkan argumennya. “Koperasi terbiasa diberi, tapi tidak memberi. Pemerintah sudah memberikan banyak ke koperasi, tapi koperasinya sendiri tidak bisa memanfaatkannya,” ujarnya. Argumen yang dututurkan Heira bukan tanpa alasan. Heira yang merupakan sarjana IKOPIN itu, menjadi konsultan program pemerintah untuk pemberdayaan koperasi. “Saya merasakan sendiri, pemerintah sudah memberikan banyak. Tapi, koperasinya sendiri yang tidak banyak berubah,” tegasnya. Saat ini, perempuan berjilbab ini juga menjadi manajer koperasi karyawan di Bandung.