Review Kapita Selekta Pendidikan By Susan Sutardjo A.Summary


Review

Kapita Selekta Pendidikan

By Susan Sutardjo

A.Summary

I.Overview Psikologi Pendidikan

Pendidikan berkualitas didukung oleh input, proses yang baik sehingga menghasilkan output seperti yang diharapkan. Input berupa instrumen seperti gedung sekolah, media, alat bantu, referensi, peserta didik, guru, kepala sekolah, pegawai, dan kurikulum. Proses pendidikan berupa kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Output yakni outcome yang kualitasnya dipengaruhi quality assurance yakni jaminan model. Ujian nasional menjadi quality control sebuah pendidikan. Meskipun, seharusnya pendidikan tidak hanya berorientasi angka-angka di atas kertas seperti ujian nasional. Karena dalam pendidikan menghasilkan output dan outcome berupa tangible dan intangible. Sedangkan kontrol pendidikan dilakukan oleh guru dan lembaga mandiri.

Esensi pendidikan adalah adanya value added atau nilai tambah. Pendidikan harus memberi nilai tambah baik bagi pendidik maupun peserta didik. Pendidikan juga harus memberikan insight bagi peserta didik. Sehingga untuk menghasilkan pendidikan berkualitas, seluruh komponen yang terlibat di dalamnya dan stakeholder harus memahami kebutuhan dalam pendidikan yang memberikan value added.

II.Sistem Pendidikan Nasional dan Teori Psikologi Pembelajaran

Menurut Bloom ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan tidak hanya berupa cara berpikir saja, tetapi bagaimana afeksi terbentuk, berperilaku, dan team work. Kerja tim ini terbentuk dalam pengalaman pendidikan.

Jika diartikan secara sempit dan spesifik pendidikan proses formal dalam mentransmisikan budaya sosial dari satu generasi ke generasi lain. Karena pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Budaya menurut Daud Joesoef diartikan secara luas. Budaya yang diadopsi dari Timur Tengah adalah peradaban. Membuat seseorang lebih beradab. Hal yang ditransmisikan dari generasi ke generasi berupa akumulasi dari tata nilai, cutom (adat istiadat), dari generasi satu ke generasi lainnya. Misalnya sopan santun di jalan.

Pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat madani dengan menerima sesuatu yang baru melalui perubahan cara berpikir dan bersikap mental. Karena masyarakat madani (civil society) bisa terbentuk melalui pendidikan. Dengan pendidikan ini masyarakat bisa bersikap dan berperilaku secara ilmiah.

Menurut Stephen Hawking penemu teori big bang, tahap perkembangan dunia ada empat. Pertama, tradisional ditandai dengan adanya masyarakat agraris (pertanian). Kedua, modern (mekanisasi) misalnya mengolah sawah dengan traktor. Ketiga, era information communication technology (ICT) atau teknologi informasi komunikasi (TIK). Keempat, knowledge society (masyarakat madani). Masyarakat yang menguasai TIK akan menguasai dunia.

III.Pengembangan Multiple Inteligence pada Anak Usia Dini

Tahapan perkembangan anak usia dini dibagi menjadi tiga. Pertama, sejak lahir sampai usia 3 thn, anak memiliki sensoris dan daya pikir yg sudah mulai dpt “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya. Kedua, usia satu setengah thn sampai kira-kira 3 thn, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat utk mengembangkan bahasanya (berbicara bercakap-cakap). Ketiga, masa usia 2 – 4 thn, gerakan-gerakan otot mulai dpt dikoordinasi dgn baik, utk berjalan maupun utk banyak bergerak yg semi rutin dan yg rutin, berminat pd benda-benda kecil dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).

Rentang usia 3 – 6 thn, terjadi kepekaan utk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan inderawi, khusus pd usia sekitar 3 – 4 thn memiliki kepekaan menulis dan pd usia 4 – 6 thn memiliki kepekaan yg bagus utk membaca

Pengembangan multiple intelligence pada anak usia dini untuk pembelajaran linguistik atau verbal dengan memberikan stimulus sesuai usia. Untuk usia tiga tahun misalnya dengan stimuli berupa menuliskan nama sendiri, mengucapkan syair dan menyanyikan lagu berirama, duduk tenang ketika dibacakan cerita, berbicara di depan kelompok, perbendaharaan kata baru, bercerita sambil melakukan pekerjaan, mengucapkan kata-kata dan menyanyikan lagu-lagu.

Untuk usia 4 tahun bisa melakukan aktivitas seperti bercerita kejadian sesungguhnya juga cerita imajinatif , menyanyi dgn mengubah kata-kata mereka sendiri, menulis beberapa huruf, diskusi kelompok, membacakan buku dan menentukan buku kesukaannya.

Pada usia 5 tahun stimuli yang diberikan bisa berupa mengenal huruf dan dpt mengeja beberapa suku kata terutama namanya sendiri, menceritakan kembali scr verbal cerita yg didengarnya, menebak isi cerita berikutnya dgn melihat gambar, menunggu giliran dan ikut berdiskusi.

Pembelajaran logis matematik bisa pada anak usia 3 tahun dengan memberikan stimuli antara lain  mengenal persamaan dan perbedaan benda, mengenal perbedaan tempat ; atas-bawah, dekat-jauh, mengenal lingkungan sekitarnya ; tanaman, binatang, keluarga, menghitung benda.

Pada anak usia 4 tahun, stimuli yang diberikan seperti mengenal kategorisasi (memilih dan mengelompokkan), mengenal urutan, menghitung benda, mengenal sebab akibat, mengenal perbandingan (lebih banyak atau lebih sedikit).

Untuk anak usia 5 tahun stimuli yang diberikan berupa  memilih dan mengelompokkan dua kategori (warna dan ukuran), menghitung benda,  menulis angka, mengenal perbandingan ukuran dan jumlah, dapat memperkirakan dan mengukur, dapat menggunakan pikiran utk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran viso-spasial untuk anak usia dini pada umur 3 tahun berupa mengenalkan benda, dua dimensi, mengenalkan warna, bentuk bulat, segitiga dsb , mengenalkan atas-bawah, dekat-jauh, mengenalkan arah.

Untuk usia 4 tahun stimuli yang diberikan bisa dengan mengenalkan kategorisasi (memilih dan mengelompokkan bentuk), mengenal urutan berdasarkan dekat-jauh, menggambar bulatan, memberi warna gambar, main catur, kelereng.

Pada anak usia 5 tahun dengan memberikan stimuli memilih dan mengelompokkan dua kategori (warna dan bentuk 3 dimensi kubus, piramid, kerucut), menggambar benda, melukis alam sekitar, main catur dgn keadaan tertentu, dapat memperkirakan dan mengukur jarak, dan dalamnya suatu tempat, mengenal mata angin.

IV.Pendidikan Remaja (Karakteristik, Kebutuhan Pokok dan Pendekatan dalam Pendidikan Remaja)

Dalam tahapan perkembangan remaja dibagi menjadi awal dan akhir. Konsep “remaja” merupakan konsep yang relatif baru, yang muncul kira-kira setelah era industri merata di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara maju lainnya.

Menurut WHO, remaja adalah suatu masa perkembangan individu dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual; mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Secara biologis masa pubertas merupakan masa dimana hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). 

Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone merangsang pertumbuhan testosterone.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik adalah sebagai berikut yaitu pengaruh keluarga, pengaruh gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan, pengaruh bentuk tubuh.

Kelainan dan gangguan seksual pada masa remaja berupa gangguan identitas jenis, parafilia, disfungsi psikoseksual, gangguan psikoseksual lainnya.

Pemikiran remaja semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. Pandangan Piaget tentang pemikiran masa remaja berupa pengambilan keputusan, kognisi sosial, pemikiran operasional formal.

Remaja akhir atau dewasa awal menurut Hurlock (1980:265) merupakan individu yang telah berkembang sepenuhnya dan sudah siap untuk mengambil tempat mereka di masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

Menurut Anderson kematangan seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego, mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien, dapat mengendalikan perasaan pribadinya, mempunyai sikap yang objektif, menerima kritik dan saran, bertanggung jawab, dan dapat menyesuaikan keadaan-keadaan yang realistis dan baru.

Transisi dari masa remaja ke dewasa meliputi fase 1) masa muda merupakan periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, serta perjuangan antara ketertarikkann pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. 2) Kriteria untuk masa dewasa  meliputi dua kriteria  yaitu kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam mengambil keputusan. 3) Kontinuitas dan perubahan

Perkembangan kognitif menurut Labouvie-Vief bahwa orang dewasa muda memasuki fase pemikiran yang pragmatis. Perry berteori bahwa bersamaan dengan individu memasuki masa dewasa, pemikiran mereka lebih realativistk. Schaie mengajukan urutan fase-fase kognitif antara lain :1) pengambilalihan dari pemikirann dualistik ke arah pemikiran beragam (kebenaran adalah relatif). 2) Pencapaian prestasi : fase yang terjadi dibagian awal masa dewasa yang melibatkan penerapan inteletualitas pada situasi yag memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan penngetahuan.

V.Pendidikan Moral Remaja

Karakteristik Moral Remaja Awal  menurut Kohlberg dapat dibagai sebagai berikut. 1) Tingkat prakonvensional berupa tahap orientasi dan kepatuhan, orientasi relativis-instrumental. 2) Tingkat konvensional berupa tahap orientasi kesepakatan antarpribadi atau orientasi, tahap orientasi hukuman dan ketertiban. 3) Tingkat pasca-konvensional (otonom/berlandaskan prinsip) yakni tahap orientasi kontak sosial legalitas, tahap orientasi prinsip etika universal

Dalam perkembangan sosial remaja terlihat adanya dua macam gerak, yaitu : memisahkan diri dengan orang tua dan mendekatkan diri dengan teman-teman sebayanya. Dalam tahap ke-5 teori perkembangan Erikson menyatakan bahwa anak remaja berada pada tahapan ”identity vs identity confusion.”

Philip Graham membagi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja ke dalam dua golongan yaitu: 1) faktor lingkungan berupa kekurangan gizi, kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan, migrasi, keluarga yang tercerai berai. 2) faktor pribadi berupa faktor bakat yang mempengaruhi tempramen, cacat tubuh, ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.

VI.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Kaufman dan Hallahan (1991, 2006) anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang berbeda dengan anak lain, secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yg penting dari fungsi kemanusiaannya, secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan/kebutuhan & potensinya secara maksimal, dan membutuhkan pendidikan khusus & pelayanan tertentu

Siswa berkebutuhan khusus diklasifikasikan sebagai berikut anak berbakat, tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, gangguan kesehatan, autism, GPP (ADHD), dan kesulitan belajar  seperti  membaca, berhitung, menulis.

Menurut Linch Lewis (1988) ABK diklasifikasikan berkesulitan belajar, gangguan wicara, retardasi mental, gangguan emosi, gangguan fisik dan kesehatan, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, tunaganda.

Sedangkan Ashman & Elkins (1994) menggolongkan ABK ke dalam gangguan komunikasi , berkesulitan belajar, gangguan emosi dan perilaku, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan intelektual, gangguan fisik .

Undang-undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
Bab IV, pasal 5 ayat 2, 3, dan 4 sudah mengakomodasi beragam jenis anak berkebutuhan khusus (ABK) kecuali indigo.

Program yang bisa diberikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) ini berupa program kompensatoris dengan orientasi mobilitas, memanfaatkan sisa pendengaran dan bahasa yang dimengerti. Misalnya dengan menggunakan bahasa isyarat dalam dunia pendidikan inklusif di sekolah regular.

Di Indonesia sejarah pendidikan luar biasa bagi ABK dimulai pada tahun 1901 berupa pendirian SLB A Wiyata Guna. Kemudian pada 1927 Folker merintis pendidikan bagi anak tuna grahita, dsb.

Layanan khusus pendidikan bagi ABK antara lain program khusus sesuai dengan jenis kekhususannya, media pembelajaran yang sesuai, program individual untuk pembelajaran, prasarana yang mendukung, bimbingan dan konseling, layanan pendukung, program perbaikan, dan program pengayaan atau percepatan.

Autis

Gangguan perkembangan berat yang mempengaruhi cara anak dalam berkomunikasi dan berelasi dg orang lain. Dimulai dalam 3 tahun pertama kehidupannya terus berlanjut selama hidupnya bila tidak diintervensi. Terjadi gangguan pada pusat-pusat di otak (pusat bicara, belajar, emosi, perhatian, dll). Interaksi sosial ganguannya berupa menghindar atau tidak mau bertatap muka (kontak mata), Tidak mau bermain dengan anak sebaya, kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik, terlihat aneh dan berbeda dg orang lain. Minat terbatas seperti minat berlebihan pada suatu benda, tidak mau diubah rutinitasnya, terpukau atau terpaku pada bagian-bagian benda.

Perilaku autisme yang berkelebihan (excess) seperti stimulasi diri, self-injury, tantrum, agresif. Berkekurangan  misalnya  tidak atau belum bicara, tidak bisa bermain, tidak ada kontak sosial, disangka tuli.

Problem anak autis antara lain problem control yaitu sulit mengontrol diri, problem toleransi yakni peka terhadap stimuli dan muatan emosi, problem koneksi dengan kecenderungan gampang terganggu, sulit fokus,

Gaya belajar anak autis antara lain rote learner dengan cenderung menghafal, visual learner dengan melihat buku dan menonton televisi, hands on learner yakni belajar dengan mencoba-coba, mendapatkan pengetahuan dari pengalaman, auditory learner yakni gaya belajar anak yang senang berbicara dan mendengarkan orang lain bicara.

VII.Pendidikan Anak Berbakat (Gifted and Talented)

Keberbakatan (giftedness) berhubungan dengan kecerdasan di atas rata-rata. Misalnya anak memiliki IQ di atas 130. Atau anak tersebut mempunyai bakat unggul di beberapa bidang, seperti seni, musik, atau matematika. Program anak berbakat di sekolah dulunya didasarkan pada kecerdasan dan prestasi akademik. Namun, kriteria ini kemudian diperluas dengan memasukkan kreativitas dan komitmen (Renzulli & Reis, 1997).

 

Meski ada item tambahan, definisi berbakat lebih cenderung pada IQ di atas rata-rata untuk menentukan apakah seorang anak berbakat atau tidak. Seiring dengan perkembangan ilmu, banyak yang memasukkan multiple inteligence (kecerdasan majemuk) dari Gardner dan di masa mendatang kemungkinan kriterianya tidak lagi mencakup IQ (Davidson, 2000).

Keberbakatan (giftedness) berhubungan dengan kecerdasan di atas rata-rata. Misalnya anak memiliki IQ di atas 130. Atau anak tersebut mempunyai bakat unggul di beberapa bidang, seperti seni, musik, atau matematika. Program anak berbakat di sekolah dulunya didasarkan pada kecerdasan dan prestasi akademik. Namun, kriteria ini kemudian diperluas dengan memasukkan kreativitas dan komitmen (Renzulli & Reis, 1997).

 

Meski ada item tambahan, definisi berbakat lebih cenderung pada IQ di atas rata-rata untuk menentukan apakah seorang anak berbakat atau tidak. Seiring dengan perkembangan ilmu, banyak yang memasukkan multiple inteligence (kecerdasan majemuk) dari Gardner dan di masa mendatang kemungkinan kriterianya tidak lagi mencakup IQ (Davidson, 2000).

 

Agar anak berbakat bisa berkembang secara optimal, diperlukan layanan khusus seperti 1.Kelas khusus. Secara historis, ini adalah cara lazim untuk mendidik anak berbakat. Kelas khusus selama masa sekolah reguler dinamakan program “pull-out”. Beberapa kelas khusus diselenggarakan setelah sekolah reguler, atau di masa liburan. 2.Akselerasi dan pengayaan di kelas reguler. 3.Program mentor dan pelatihan. Beberapa pakar percaya ini adalah cara penting yang jarang dipakai untuk memotivasi, menantang, dan mendidik anak berbakat secara efektif (Pleiss & Feidhusen, 1995).  4.Kerja studi dan/atau program pelayanan masyarakat.

 

VIII.Pengembangan Kreativitas dalam Pendidikan

Kreativitas (creativity) adalah salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat penting, dan oleh kebanyakkan ahli psikologi kognitif dimasukan ke dalam kemampuan memecahkan masalah. Kreativitas sering juga disebut berpikir kreatif (creative thinking).

Kreativitas dapat didefenisikan sebagai aktivitas kognitif atau proses berpikir untuk menghasilkan gagasan-gagasan yang baru dan berguna atau new ideas and useful (Halpern, 1996; Suharnan, 2005).

Menurut Wallas (dalam Suharnan, 2005)  langkah-langkah berpikir kreatif meliputi: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Pada tahap persiapan seseorang berusaha mengumpulkan berbagai macam informasi yang relevan. Saat inkubasi seseorang untuk sementara waktu tidak memikirkan masalahnya. Tahap illuminasi berupa munculnya ilham secara tiba-tiba, berupa lintasan imajinasi sebuah jawaban. Terakhir verifikasi berupa melaksanakan gagasan.

Terdapat tujuh jenis kreativitas yakni 1) verbal atau linguisti berupa kemampuan memanipulasi kata secara lisan atau tertulis. 2) Matematis atau logis yakni kemampuan memanipulasi system nomor dan konsep logis. 3) Spasial yakni kemampuan melihat dan memanipulasi pola dan desain. 4) Musical berupa kemampuan mengerti dan memanipulasi konsep music, seperti nada, irama, dan keselarasan. 5) Kinestetis – tubuh yaitu kemampuan memanfaatkan tubuh dan gerakan, seperti dalam olahraga atau tari. 6) Intrapersonal :berupa kemampuan memahami perasaan diri sendiri, gemar merenung serta berfilsafat. 7) Interpersonal merupakan kemampuan memahami orang lain, pikiran, serta perasaan mereka.

Dr.Amabile (dalam Goleman dkk, 2005) telah mengidentifikasi beberapa pembunuh kreativitas seperti 1) pengawasan  secara terus menerus dan ketat;  2) evaluasi yaitu membuat anak khawatir tentang bagaimana orang lain menilai apa yang mereka kerjakan; 3) Hadiah yakni memberi hadiah yang terlalu sering, menghilangkan motif intrinsik anak untuk kreatif. 4) Kompetisi dengan menempatkan anak dalam situasi menang-kalah hanya memungkinkan satu orang yang meraih titik puncak. 5) Kontrol berlebihan dengan memberikan instruksi secara rinci. 6) Membatasi pilihan dengan mengatakan kepada anak aktivitas yang harus dilakukan dan tidak; 7) Tekanan yakni menetapkan harapan besar pada kinerja anak.

 

Strategi yang bisa dilakukan agar kreativitas anak tetap muncul dan meningkat antara lain menyatu dengan masyarakat luas, merancang suatu lingkungan bernilai tambah, mencari lingkungan baru, mencari inspirasi dari permainan, mengembangkan daya pikir dengan membaca, berkesenian, dan belajar ICT.

IX.Pelatihan dan Pengembangan Peserta Didik

Tujuan dari pelatihan dan pengembangan peserta didik antara lain untuk mempeljarai proses analisa kebutuhan training, perencanaan training, dan metode pengajaran.  Selain itu juga ditujukan untuk mengetahui pentingnya peranan pelatihan dalam pengembangan sumberdaya.

Pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan untuk memfasilitasi proses belajar dalam kerangka mencapai kompetensi dipersyaratkan.

Pendidikan adalah aktivitas yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai moral dan pemahaman yang dibutuhkan dalam seluruh aspek kehidupan. Perbedaan mendasar antara pelatihan dan pendidikan: pendidikan berfokus pada “belajar tentang” (learning about), pelatihan berfokus pada “belajar bagaimana” (learning how). Pendidikan mencakup pengajar, lama, ceramah, teoritik, dan materi umum. Pelatihan meliputi instruktur, singkat, berlatih atau praktek, keterampilan, materinya spesifik.

Di bawah ini perbedaan pelatihan dan pendidikan menurut Beebe, Mottet & Roach (2004).

Pelatihan

Pendidikan

Proses pengembangan keterampilan untuk tugas atau pekerjaan tertentu

Proses menanamkan pengetahuan atau informasi

Menekankan apa yang dilakukan

Menekankan mengetahui, pencapaian yang dibandingkan dengan siswa lain.

Menekankan pencapaian tingkat keterampilan

Menekankan perspektif sistem terbuka. Banyak cara untuk mencapai sasaran dengan meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis.

Menekankan perspektif sistem tertutup; terdapat cara benar dan salah dalam menunjukkan keahlian.

Penekanan mengetahui informasi yang berhubungan dengan pekerjaan atau karir tertentu tidak diperlukan.

Menekankan level performa untuk menunjukkan pekerjaan tertentu

Penekanan pada pendekatan terbuka untuk mencapai sasaran, tidak setiap tahapan dalam proses disarankan.

Menekankan daftar komprehensif keterampilan yang dibutuhkan untuk menunjukkan perilaku khusus

 

 

Training diperlukan agar peserta didik tidak mempelajari semua hal sesuai dengan kehendak pengajar, siswa tidak memplejarai cara-cara terbaik dalam menjalankan tugas, perlu diingatkan setiap saat tentang cara kerja yang benar supaya menjadi kebiasaan.

Mekanisme training yakni memberi pelatihan kemudian berkomunikasi untuk mempengaruhi peserta agar berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan kehendak  kita yaitu mengerti, memahami, untuk kemudian menerapkan apa yang kita sampaikan menghasilkan perubahan cara kerja  dan hasil yang lebih baik

Prinsip-prinsip belajar yakni 1) training pada dasarnya merupakan sebuah proses belajar; 2) Dalam training seorang peserta training (trainee) belajar tentang sebuah pemahaman, keyakinan, sikap, dan perilaku tertentu; 3) Training dibuat dengan mengacu pada beberapa prinsip psikologi belajar; 4) Untuk bisa membuat dan menjalankan sebuah training kita perlu memahami beberapa prinsip psikologi belajar yang mendasari pembuatan training

X.Bimbingan Konseling

Meliputi 1) Rumusan Tujuan Program; 2) Pemilihan dan Pengorganisasian Materi; 3) Pemilihan Instrumen dan Media; 4) Strategi Pelayanan; 5) Waktu dan Biaya; 6) Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut.

Program tahunan bimbingan konseling meliputi dasar pemikiran, visi dan misi, tujuan, komponen program seperti layanan dasar, responsif, perencanaan, dukungan sistem, strategi (konsultasi), personel, sarana dan biaya, rencana evaluasi dan tindak lanjut.

Langkah-langkah pengembangan program persiapan meliputi pengembangan program, sosialisasi dan diseminasi, pengesahan program, penyusunan agenda kegiatan, pelaksanaan program, evaluasi dan tindak lanjut

Langkah persiapan pengembangan program yaitu kebijakan pendidikan nasional dan daerah, kebijakan lingkungan pendidikan pada SD/SMP/SMA/SMK, konsep bimbingan dan konseling terbaru (teoritis), kondisi lingkungan sekolah, dan hasil evaluasi program bimbingan dan konseling yang sudah dilaksanakan.

Langkah-langkah pengembangan berupa diseminasi program pada staf bimbingan konseling, diseminasi program pada pimpinan dan komite sekolah, diseminasi program pada siswa dan orangtua siswa, revisi program, pengesahan program dan agenda kegiatan, penegasan komitmen, tanggung jawab dan kompetensi.

Peran psikologi sekolah dan guru bimbingan konseling harus seimbang. Guru bimbingan konseling yang bertugas mendiagnosa siswa harus dibawa ke psikolog atau tidak. Guru BK menganalisa penyebab siswa bermasalah.

XI.Penilaian dan Asesmen Pendidikan atau Pembelajaran

Asesmen untuk menilai kualifikasi, pengetahuan, teori, pengetahuan, fakta, dan komprehensi, pengalaman, praktek, proses, keterampilan, pemahaman, dan penilaian. Asesmen dibagi menjadi dua yaitu formal dan informal. Ciri-ciri asesmen informal antara lain fleksibel, dinamis, individu, berkelanjutan, berdasar proses, ukurannya progress.  Asesmen formal bercirikan terstruktur, statis, terstandar, mengetes pengetahuan, berorientasi produk.

Asesmen mengharuskan siswa untuk mengaplikasikan konsep dan keterampilan berpikir dalam pemaknaan, tugas-tugas autentik. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

Penggunaan teknik asesmen kelas untuk mempelajari pembelajaran siswa. Asesmen kelas  (penilaian berbasis kelas atau PBK) merupakan metode sederhana yang dapat digunakan mengumpulkan umpan balik, lebih awal dan sering, seberapa baik siswa memahami apa yang sudah diajarkan.

Tujuan PBK antara lain untuk penelusuran kelas, mengecek kelemahan, mencari dan menemukan penyebab, kesimpulan. Fungsi PBK antara lain sebagai fungsi motivasi, belajar tuntas, indicator efektivitas pengajaran, dan umpan balik.

Prinsip-prinsip penilaian otentik antara lain harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, mencerminkan masalah dunia nyata, menggunakan berbagai ukuran, metode, dan criteria sesuai metode dan esensi pembelajaran, dan bersifat holistic mencakup semua tujuan pembelajaran seperti kognitif, afektif, dan sensori motorik. Penilaian kelas mengacu pada competency referenced, keberlanjutan, didaktis, menggali informasi, melihat yang benar dan salah.

Prosedur dan metode penilaian kelas terdiri dari penilaian tertulis, tes praktek, penilaian produk, penilaian proyek, peta perkembangan, evaluasi diri siswa, penilaian afektif, dan portofolio.

Untuk mengetahui pengalaman belajar tertentu menggunakan tes tertulis. Tes praktek digunakan untuk mengetahui pengalaman belajar yang lain. Observasi digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam kelompok. Skala sikap efektif untuk menilai aspek afektif, minat, dan motivasi siswa.

Tahapan membuat PBK antara lain 1) tentukan apa yang akan dipelajari dari asesmen kelas. 2) Pilih teknik asesmen kelas yang menyediakan feedback dengan menggunakan gaya mengajar yang konsisten. 3) Jelaskan tujuan PBK kepada siswa. 4)Membuat review untuk mengetahui apa yang perlu diubah. 5) Ajak siswa mengetahui apa yang sudah dipelajari guru.

Kriteria instrumen penilaian seperti validitas isi, konstruk, dan bahasa memenuhi syarat, reliabilitas tinggi dan konsisten, nilai komparasinya memenuhi syarat, perwajahan dokumen standar, mampu memprediksi dan mudah penggunaannya.

XII.Review Kapita Selekta Pendidikan

Menurut Bloom aspek pendidikan ada kognitif, afektif, dan psikomotorik. Psikomotorik semakin banyak berlatih semakin terampil. Implementasi teori pembelajaran. Konsep merupakan arti  dan penjelasan dari masing-masing variabel. Teori merupakan hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain. Kalau mau kognitif bagus harus mengikuti tahapan-tahapan Piaget. Stimulus apa responsnya apa. Kalau stimulus sudah didesain, tetapi respons tidak seperti yang diharapkan.

Kapita selekta`mempelajari stages, tahapan-tahapan perkembangan. Juga`ranah fisik, kognitif, dan social adjustment. Dalam prosesnya ada anak berkebutuhan khusus. Bisa karena masalah fisik, perkembangan kognitif autis, menjadikan pendidikan complicated. Seringkali orang tidak memakai, klasifikasi orang berkebutuhan khusus. Didesain untuk anak berkebutuhan khusus  dipenuhi kebutuhannya agar menjadi normal.

Memfasilitasi tahap-tahap perkembangan setiap individu. Fisik berkembang bagus belum tentu kgnitifnya bagus. Persoalan penddikan lebih complicated. Harus mencari teori. Bagaimana bisa mengembangkan variabel-variabel dalam teori.

Metode tahapan perkembangan  disesuaikan dengan tahapan perkembangan. Dalam konteks pendidikan, melihat tahapan perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan.  

B.Opini Penulis

Tujuan pendidikan adalah untuk mengoptimalkan perkembangan individu selama rentang kehidupannya. Meskipun tujuan spesifik pendidikan bisa lebih beragam baik perkembangan individu dan sosiokultural (Baltes & Dannis, 1979; Birren & Woodruff, 1973; Kohlberg&Mayer, 1972). Setiap individu secara terus menerus belajar dan berubah sepanjang hidupnya. Intervensi melalui pendidikan menjadi mekanisme terbaik untuk menghasilkan perkembangan secara optimal. 

Karena ditujukan untuk mengoptimalkan perkembangan individu, maka pendidikan harus memperhatikan individu sebagai pelaku aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Aspek-aspek seperti afektif, kognitif, psikomotorik seperti teori Benjamin Bloom harus menjadi pertimbangan dan tujuan belajar.

Dari identifikasi aspek-aspek yang menjadi tujuan kegiatan pembelajaran, maka sudah seharusnya pendidikan melihat individu secara keseluruhan. Sehingga, pendidikan ideal untuk memberikan nilai tambah bagi kehidupan peradaban sebuah bangsa, harus mampu melihat kebutuhan krusial menyangkut siswa disesuaikan dnegan kondisi dan perkembangannya.

Maka, sistem pendidikan yang baik harus bisa mengakomodasi kebutuhan individu baik normal maupun berkebutuhan khusus. Dengan adanya layanan khusus yang terintegrasi, anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa belajar optimal dan berkembang sehingga bisa seperti anak-anak normal. Anak-anak bertalenta (gifted) mendapat lingkungan sekolah yang mendukung penuh bakat mereka.

Dari sisi pendidikannya sendiri sebagai medium transmisi sosial budaya sebuah masyarakat dan bangsa untuk menciptakan civil society juga harus memperhatikan input, proses, dan output dengan tetap memperhatikan siswa sebagai seorang pribadi yang berkembang. Sehingga instrumen baik fisik seperti gedung sekolah, sarana prasarana, sumberdaya guru, kepala sekolah, akses informasi, dan kurikulum didesain untuk memberikan kenyamanan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Output sebagai parameter pendidikan tidak hanya mengacu pada nilai-nilai yang lebih condong pada aspek kognitif. Karena peserta didik merupakan nindividu yang dituntut tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga terampil di bidang lain seperti sosial, dll. Sehingga, pendidikan yang baik tidak hanya mengutamakan kegiatan akademik yang fokus pada kognitif, tetapi juga mampu menggugah rasa, emosi (afektif) menjadi pribadi yang berbudi dan memberikan nilai tambah bagi lingkungan dan bangsanya menuju sebuah kemajuan dan kesejahteraan,

Referensi:

Schaie, K Warner & Willis, L Sherry (1978). Life span development: Implication for educations. Review of Research in Education Vol.6.  American Educational Research Association Publishing.

http://www.jstor.org/discover

Santrock, John W (2002). Life span Development, Terjemahan. Jakarta: Erlangga