Dekat dengan Immanuel Kant


Pemikiran Immanuel Kant

Pengaruhnya Pada Filsafat, Modernisme dan Psikologi

 

I. Pendahuluan

“Thought without contents are empty, intuition without concepts are blind.” Demikian salah satu kutipan pemikiran Immanuel Kant (1724-1804), seorang filsuf besar pada abad pencerahan. Ia menunjukkan jalan terbuka dalam membangun suatu proses subyektif dan obyektif pengetahuan agar pengetahuan tidak menjadi buta dan berat sebelah. Bagi Kant ilmu pengetahuan dalam bekerja harus memenuhi syarat obyektif maupun subyektif (Awuy, 1993).

Kant mengubah wajah filsafat secara radikal dengan titik sentral manusia sebagai subjek berpikir terinspirasi dari Copernican Revolution yakni revolusi pemikiran yang dilakukan Kant dalam mencari sumber pengetahuan pada diri manusia, khususnya mengenai fenomena yang mementingkan kesadaran subjek yang kemudian melahirkan idealisme yang memuncak pada Hegel. Juga mengenai apriori telah melahirkan sentralitas subjek sebagai penentu kebenaran sebuah pengetahuan.

Dengan revolusi ini, filsafat Kant tidak dimulai dengan penyelidikan benda sebagai objek, tetapi dengan menyelidiki struktur-struktur subyek yang memungkinkan benda-benda diketahui sebagai obyek. Dulunya para filsuf mencoba memahami pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri kepada obyek (Dister, 1992).

Kant lahir di Konisberg, Kerajaan Prussia Timur, sekarang Kaliningrad, Rusia. Kant mengusung  kembali metafisika dengan versi baru, berbeda dengan metafisika tradisional. Sebelumnya, metafisika tidak diakui oleh David Hume, salah stau filsuf yang berpengaruh pada pemikiran Kant, beraliran empirisme.

Immanuel Kant lahir dan besar dalam lingkungan keluarga religius. Semasa hidupnya Kant tidak menikah. Ia seorang yang  hidup tertib dan disiplin. Kant jarang keluar dari kota kelahirannya yakni Konisberg yang sekarang dikenal sebagai Kaliningrad, Rusia. Ia tidak pernah bepergian keluar dari provinsi tempat tinggalnya, Prusia Timur. Sehingga Kant selama hidupnya tidak pernah bepergian lebih dari 40 mil dari rumahnya di Konisberg. Padahal, Immanuel Kant mengajar dan menulis ilmu geografi.

Ayah Kant bernama Johann Georg Kant, seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi) yang dikemudian hari dikenal sebagai ahli perdagangan. Ibu Kant bernama Anna Regina Kant.

Kant menempuh pendidikan dasar di Saint George’s Hospital School. Ia kemudian melanjutkan sekolah ke Collegium Fredericianum. Kant kuliah di University of Königsberg  mempelajari filosofi, matematika, dan ilmu alam. Pada tahun 1755-1770 Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa naskah ilmiah. Ia mendapat gelar profesor dari University of Königsberg pada 1770.

Kant hidup pada abad aufklarung (pencerahan). Ia mengenal pemikiran Voltaire dan Hume melalui karya dua filsuf besar itu. Sebelum bersentuhan dengan pemikiran filsafat, Kant terpengaruh dengan ajaran pietisme yang dianut ibunya. Pietisme adalah ajaran agama Pietist yakni agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pembahasan tentang Kant dalam makalah ini mengupas epistemologi, etika atau filsafat moral, dan metafisika yang menjadi concern pemikiran Kant serta pengaruh pemikiran Kant pada filsafat, modernisme dan  psikologi.

II. Literature Review

Filsafat menurut Immanuel Kant adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan: 1) apakah yang dapat kita kerjakan (jawabannya metafisika) 2)apakah yang seharusnya kita kerjakan (etika) 3) sampai di manakah harapan kita (agama) 4) apakah yang dinamakan manusia (antropologi). Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada (Plato). Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (Aristoteles).

Modernisme ialah konsep yang berhubungan dengan hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya di zaman modern. Konsep modernisme ini meliputi banyak bidang ilmu (termasuk seni dan sastra) dan setiap bidang ilmu tersebut memiliki perdebatan mengenai apa itu ‘modernisme’. Walaupun demikian, ‘modernisme’ pada umumnya dilihat sebagai reaksi individu dan kelompok terhadap dunia ‘modern’, dan dunia modern ini dianggap sebagai dunia yang dipengaruhi oleh praktik dan teori kapitalisme, industrialisme, dan negara-bangsa (Wikipedia).

Secara harfiah psikologi bisa diartikan sebagai ilmu jiwa karena berasal dari Bahasa Yunani yakni psyche (jiwa), logos (ilmu). Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya (Sarlito Wirawan W, 2010).

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni episteme (pengetahuan) dan logos (kata atau pembicaraan atau ilmu). Sehingga epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. (Wikipedia)

Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio (Scruton, 1996). Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.(Wikipedia). Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. (Wikipedia)

Metafisika berasal Bahasa Yunani yakni meta artinya setelah atau di balik dan phisika artinya hal-hal di alam. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia.

Etika berasal dari Yunani Kuno yakni “ethikos” artinya “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. (Wikipedia)

III.Pokok Bahasan

 

A.Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)

Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.

Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni fakultas penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan fakultas pemahaman (understanding) yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.

Kedua fakultas saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. Fakultas penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. Fakultas pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan.

Dalam bekerja, fakultas pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.  Kedua belas kategori ini adalah  kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical, apotidical).

Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas (Hick, 1979). Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.

Kritik atas Rasio Murni

Kritik atas rasio murni (Critique of Pure Reason) merupakan karya pertama Immanuel Kant. Critique of Pure Reason memuat pemikiran Kant tentang estetika transendental, analitika transendental dan dialektika transendetal.

Dalam “Kritik atas Rasio Murni”  Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan  bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk  itu ia terlebih dahulu membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau keputusan yakni pertama, keputusan analitis a priori yang menempatkan predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang).

Kedua, keputusan sintesis aposteriori dengan predikat dihubungkan subjek berdasarkan pengalaman inderawi, karma dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui.Misalnya meja itu bagus.

Ketiga, keputusan apriori menggunakan sumber pengetahuan yang bersifat sintesis tetapi bersifat apriori juga. Misalnya keputusan “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Ilmu eksakta, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun  atas putusan sintesis bersifat apriori. Kant menyebut keputusan jenis ketiga sebagai syarat dasar sebuah pengetahuan (ilmiah) dipenuhi yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.

Pengetahuan merupakan sintesa dari unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman yakni unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur yang ada setelah pengalaman yaitu unsur-unsur aposteriori. Proses sintesis ini terjadi dalam tiga tahap.Pertama, pencerapan inderawi (sinneswahrnehmung). Kedua, akal budi (verstand). Ketiga, intelektual atau rasio (versnunft). Pencerapan inderawi masuk dalam estetika transendental, akal budi ada pada bagian analitikal transendental, rasio masuk dalam dialektika transendental.

Pertama, pencerapan indrawi (sinneswahrehmung) Menurut Kant pencerapan inderawi adalah tingkat pengetahuan manusia pertama dan terendah. Data-data inderawi harus di buktikan dulu dengan 12 kategori, baru dapat di putuskan. Demikian proses kritisisme rasionalisme ala Immanuel Kant. Metodologi ini kemudian dikenal dengan metode induksi, dari partikular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan universal.

Menurut Immanuel Kant,  manusia sudah mendapatkan 12 kategori tersebut sejak lahir. Teori ini terinspirasi dunia ide Plato. Immanuel Kant beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan fenomena saja. Fenomena adalah sesuatu yang tampak, hanya memperlihatkan fisiknya saja.

Kedua, akal budi (verstand) Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data inderawi, sehingga menghasilkan keputusan-keputusan. Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi dengan bentuk-bentuk a priori yang disebut dengan kategori. Dalam menerapkan kategori-kategori ini, akal budi bekerja sedemikian rupa sehingga kategori-kategori itu hanya cocok dengan data-data yang dikenainya saja. Melalui kategori, Kant seperti menjelaskan sahnya ilmu pengetahuan alam.

Ketiga, intelek atau rasio (versnunft). Menurut Kant intelekt atau rasio (versnunft) adalah kemampuan asasi (principien) yang menciptakan pengertian-pengertian murni dan mutlak karena rasio memasukkan pengetahuan khusus ke dalam pengetahuan yang bersifat umum. Tugas intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat di bawahnya yakni akal budi (verstand) dan tingkat pengalaman inderawi (senneswahnehmung).

Rasio berbeda dengan akal budi. Rasio (versnunft) menghasilkan ide-ide transcendental. Akal budi berkaitan dengan penampakan. Rasio menerima konsep-konsep dan putusan akal budi menemukan kesatuan (Kant, 1990).

Dalam dialektika transendental Kant menyebut tiga ide rasio murni atau idea transendental yakni idea psikis (jiwa), idea kosmologis (dunia), dan idea teologis (Tuhan). Ide jiwa menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah (psikis), ide dunia menyatakan gejala jasmani, dan ide Tuhan mendasari semua gejala, baik yang bersifat jasmani maupun rohani (psikis) (Kant, 1990).

Meskipun ketiga ide di atas mengatur argumentasi tentang pengalaman, tetapi ketiga ide itu tidak termasuk pengalaman karena ke-12 kategori tidak dapat diberlakukan pada ide transendental ini disebabkan ketiganya bukan obyek pengalaman.

Pengalaman hanya terjadi dalam fenomena, padahal ketiga ide itu berada di dunia nomena, yang tidak tampak. Ide tentang jiwa, dunia, dan Tuhan bukan pengertian tentang kenyataan inderawi, bukan benda pada dirinya sendiri (das ding an sich). Ketiganya merupakan postulat epistemology yang berada di luar teoritis empiris.

Kritik atas Rasio Praktis

Dalam Kritik der Pratischen Vernunft (1788)  atau  Kritik atas Rasio Praktis Kant menyatakan bahwa rasio dapat menjalankan ilmu pengetahuan.  Sehingga  rasio disebut sebagai rasio teoretis  atau rasio murni. Selain rasio murni, ada rasio praktis yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan atau rasio yang memberikan perintah kepada kehendak manusia.

Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus diandaikan supaya tingkah laku manusia tidak menjadi mustahil. Kant meyebut tiga hal tersebut  sebagai postulat  rasio praktis yaitu 1) Free will yakni kehendak yang bebas; 2) Keabadian jiwa yaitu immortalitas jiwa yang menjelaskan bahwa manusia secara fisik mati, tetapi jiwa tak pernah mati. Sehingga ide bersifat abstrak dan posisinya di atas segala sesuatu yang ada di dunia. 3) Tuhan.

 

 

B.Kritisisme

Perjalanan Kant hingga menemukan kritisisme dibagi dalam dua fase: tahap pra kritis dan kritis dengan tahun 1770 sebagai batasnya ketika Kant menjabat sebagai guru besar filsafat (Hadiwijono, 1980:64). Namun, sumber lain mengatakan masa pra kritis adalah sebelum Kant bertemu dengan David Hume. Immanuel Kant mengatakan bahwa Hume adalah pihak yang membangunkan ia dari kelelapan sejenak yang diliputi dogmatism (Delfaauw, 1992:120).

Era pra kritis Kant ditandai dengan dominasi pengaruh tokoh-tokoh rasionalisme seperti Plato, Leibniz dan Wolf, juga tokoh empirisme David Hume. Tulisan-tulisan Kant pada masa ini cenderung mengarah pada metafisika rasional (Delfgaauw, 1992).

Setelah Immanuel Kant memasuki masa kritis, ia mengubah pemikirannya lebih radikal. Ia menamakan filsafatnya sebagai kritisisme dan  mempertentangkannya dengan dogmatisme (Guyer, 1995). Filsafat Kant disebut kritisisme karena ia tidak membenarkan penggunaan kemampuan rasio semata-mata dalam memahami realitas pada dirinya. Menurut Kant rasio memiliki keterbatasan yang hanya sampai pada dunia penginderaan (fenomena).

Kritisisme dapat disebut sebagai sintesa rasionalisme dan empirisme yang secara prinsip dituangkan Kant dalam buku Critique of Pure Reason. Rasionalisme dan empirisme mempunyai pengaruh besar filsafat modern (1500-1900). Pengandaian-pengandaian terhadap sistem pengetahuan tidak bisa begitu saja terlepas dari dua aliran ini yang saling bertentangan. Pertentangan dan perdebatan antara kedua aliran ini yang disebut antinomy berusaha didamaikan Kant.

Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa ketiganya bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Namun demikian ada perbedaan antara ketiganya.

Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental  René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental.

Menurut Kant rasionalisme mengutamakan unsur-unsur apriori dalam pengenalan yakni unsur-unsur yang yang terlepas dari semua pengalaman seperti ide-ide bawaan Descrates.

Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika lahir. Pernyataan ilmiah harus berdasarkan  pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimen yang harus dapat diulang dan menghasilkan secara konsisten untuk mengembangkan teori yang bertujuan menjelaskan fenomena alam.

Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori yakni unsur-unsur yang berasal dari pengalaman seperti Locke yang menganggap rasio as a white paper. Empirisme lahir di Inggris. Tokohnya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.

Kant mengkritik empirisme harus dilandasi dengan teori-teori rasionalisme sebelum di anggap sah melalui epistomologi. Karena Kant menganggap empirisme (pengalaman) itu bersifat relatif bila tanpa ada landasan teorinya. Misalnya air akan mendidih jika dipanaskan berlaku di daerah tropis. Tetapi jika di daerah kutub bersuhu di bawah 0 derajat, air yang dipanaskan tidak akan mendidih karena air akan menjadi dingin.

Kant beranggapan bahwa kaum empiris memberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman inderawi. Padahal data inderawi harus dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori ‘apriori’ rasio, setelah itu baru bisa dinyatakan sah.

Kant juga mengkritik kaum rasionalis melangkah terlalu jauh dengan  pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal dapat memberikan sumbangan.Baik rasionalisme maupun empirisme, kata Kant, keduanya berat sebelah. Kant beranggapan bahwa rasionalisme dan empirisme sama-sama benar separuh, tetapi juga sama-sama salah separuh. Jadi, baik ‘indera’ maupun ‘akal’ sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia (Gaarder, 1999).

Posisi empirisme dan rasionalisme yang menurut Immanuel Kant berat sebelah kemudian berusaha diseimbangkan dengan menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan gabungan antara unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur a posteriori (Scruton, 1997). Kritisisme Kant menggabungkan dunia ide Plato ‘apriori’ dengan pengalaman yang bersifat ‘aposteriori’. Apriori artinya sebelum dibuktikan, kita sudah percaya misalnya Tuhan. Meski mengkritik sekaligus menggabungkan rasionalisme dan empirisme, beberapa ilmuwan melihat Kant lebih rasional. Hal itu terlihat pada tiga postulat dalam kritik atas rasio praktis.

C.Metafisika

Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.

Tokoh filsuf empirisme David Hume menghancurkan segala kemungkinan munculnya kembali sistem metafisika yang mengklaim kemampuan rasio (akal) manusia mencapai realitas sesungguhnya. Hume hanya mau bersandar pada apa yang bisa diamati melalui inderawi. Kritik pedas Hume pada metafisika membangunkan Kant dari tidur dogmatisnya (Kant, 1997). Dari Hume, Kant menyadari bahwa disiplin metafisika telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya.

Pemikiran Hume dan Kant meminjam istilah posmodernisme, disebut narasi besar yakni ingin mempertanyakan kembali wacana wacana metafisik yang selalu bergulat. Gagasan metafisis tentang Tuhan, esensi, substansi, hakiki, ruh sulit diterima karena bersifat apriori.

Berbeda dengan Hume yang menolak metafisika, Kant mempertanyakan metafisika untuk merekonstruksi metafisika yang sudah ada. Ia membuang metafisika tradisional yang diwariskan  Aristoteles (filsuf Yunani) dan Thomas (filsuf skolastik) dengan eviden sebagai dasarnya. Eviden yang dimaksud Kant adalah dualisme kritisisme yang ekstrem yakni pengetahuan dan kenyataan yang terpisah oleh jurang yang tidak dapat diseberangi.

Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft).

Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.

Langkah awal Kant dalam merekonstruksi metafisika adalah mengungkapkan dua keputusan yakni sintetik dan analitik seperti dimuat dalam Critique of Pure Reason (Kritik Rasio Murni). Keputusan sintetik adalah keputusan dengan predikat tidak ada dalam konsep subyek yang artinya menambahkan sesuatu yang baru pada subyek (Adian, 2000). Keputusan analitik adalah keputusan dengan predikat terkandung dalam subyek. Misalnya proposisi semua tubuh berkeluasan. Predikat berkeluasan sudah terkandung dalam semua tubuh(Adian, 2000).

Menurut Kant,  dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik a priori seperti yang ada di dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu yang berdasar kepada fakta empiris.  Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transenden” (a transcendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisika tidak memiliki nilai epistemologis.  

 

D.Etika  (Filsafat Moral)

Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif.

Pemikiran berhubungan dengan moralitas sebelum Kant dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza), hukum kodrat (Thomas Aquinas), hasrat mencapai kebahagiaan (filsafat pra Kant), pengalaman nikmat atau hedon (Epikuros), perasaan moral (David Hume), kehendak Tuhan (Agustinus, Thomas Aquinas).

Filsafat moral Kant menyatakan kesadaran moral merupakan fakta yang tidak dapat dibantah meskipun bukan obyek inderawi, namun membuka kenyataan bidang realitas adi inderawi. Sehingga satu-satunya cara untuk klaim moralitas atas keabsahan universal melalui subyek itu sendiri.

Karya Kant tentang filsafat moral antara lain The Foundations of the Methaphysics of Morals (1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Metaphysics of Morals (1797). Dua buku pertama meletakkan etika dasar etika. Metafisika moral menguraikan norma dan keutamaan moral.

Kant mengembangkan prinsip etika dari paham akal budi praktis. Kant mengandaikan baik bukan hanya dari beberapa segi, tetapi baik secara mutlak. Menurut Kant, yang baik tanpa pembatasan sama sekali adalah kehendak baik. Kehendak baik selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu di luarnya (otonom). Orang berkehendak baik karena menguntungkan, tergerak oleh perasaan belas kasih, memenuhi kewajiban demi kewajiban. Kehendak baik karena memenuhi kewajiban demi kewajiban disebut Kant sebagai moralitas.

Pengukuran moralitas menurut Kant bukan pada hasil. Karena perbuatan baik tidak membuktikan kehendak baik. Tetapi pada kehendak pelaku apakah ditentukan oleh kenyataan bahwa perbuatan itu kewajibannya. Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan (Gaarder, 1999). Teori moralitas Kant disebut Imperatif Kategoris.

Imperatif kategoris

Merupakan teori yang diciptakan Kant dengan penekanan kepada otonomi individu dalam mengambil keputusan moral. Imperatif kategoris merupakan suatu panduan untuk menguji apakah suatu tindakan dapat disebut bermoral atau tidak.

Suatu prinsip bisa dikatakan sebagai imperatif kategoris jika prinsip itu sudah melewati pengujian yang dilakukan imperatif kategoris. Kita harus mengandaikan bahwa prinsip atau maksud tindakan kita dapat dijadikan menjadi hukum universal sehingga semua orang dapat bertindak sesuai dengan prinsip tersebut. Dengan demikian, kita harus mengandaikan bahwa prinsip yang dipakai  dapat digunakan sebagai hukum universal, bagi siapapun seolah olah tidak ada alternatif lain. Imperatif kategoris ini terlihat berseberangan dengan egoisme psikologis.

Egoisme Psikologis

Teori egoisme psikologis menyatakan bahwa manusia selalu bertindak sesuai dengan kepentingan diri (self interest) dan tidak mungkin bisa lepas dari kepentingan diri. Bahkan ketika tindakan itu ditujukan untuk orang lain, sebenarnya dilakukan untuk dirinya sendiri. Egoisme psikologis berusaha membantu manusia menyadari bahwa seseorang melakukan tindakan yang tampaknya tidak mempedulikan kepentingannya sendiri, tetapi sebenarnya ia bertindak karena didorong oleh kepentingan diri dia sendiri. Sehingga, bisa ditarik kesimpulan tidak ada tindakan manusia yang sepenuhnya terlepas dari kepentingan dirinya sendiri.

Kritik terhadap egoisme psikologis. Pertama, orang bertindak sesuai dengan apa yang paling diinginkan tidak lagi merupakan hipotesis empiris yang bisa dinilai benar atau salah. Kedua, kritik logis. Fakta bahwa manusia selalu melakukan hal yang paling diinginkan tidak  selalu berarti bertindak egois dan tidak pernah bisa melakukan tindakan moral.

 

E.Pengaruh Pemikiran Kant Pada Filsafat  dan Modernisme

Pemikiran Kant mempengaruhi filsuf setelahnya, salah satunya melahirkan kantianisme. Kantianisme adalah etika non-konsekuensialisme, karena penekanannya pada kewajiban, maka pemeliharaan sebagai etika kewajiban. Paham kantianisme adalah paham yang menyatakan keadaan tidak peduli terhadap keputusan yang diambil.

Neo Kantianisme adalah aliran filsafat idealisme yang muncul di Jerman pada tahun 1860 an atau abad ke 19 (Filsafat Modern). Neo kantianisme bisa diartikan kembali kepada Kant, yaitu mengembangkan kembali unsur-unsur idealis, metafisis dan dialektis. Slogan “kembali kepada Kant” ini dicetuskan oleh Otto Liebmann pada tahun 1965.

Pemikiran Kant melahirkan tradisi baru berupa kritik terhadap sumber ilmu pengetahuan. Ia juga telah mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme melalui filsafat kritisisme dengan memberi peran kepada unsur empiris (aposteriori) dengan unsur rasio (apriori).

Kritisisme Kant merupakan sintesis antara dua tendensi (kecenderungan) modern yakni: Rasionalisme (di satu sisi) ke tingkat ekstrim dalam idealisme Hegel dan Empirisme (di sisi lain) ke tingkat ekstrim dalam positivisme August Comte

Konsep “obyektivitas” yang dibentuk atau dipengaruhi oleh pengalaman subyektif mengalami puncak pada “konstruktivisme postmodernisme”  yakni segala klaim tentang realitas adalah hasil kostruksi pemikiran manusia sendiri. Misalnya: hermeunetika, strukturalisme.

Post metafisika Kant dibahas dalam Filsafat Kontemporer (setelah abad 19) seperti: fenomenologi, linguistik analilitis, positivisme logis dan liguistik, dan strukturalisme. Filsafat Kontemporer yang post-metafisik adalah eksistensialisme yang diterapkan dalam dunia manusia tanpa unsur metafisik, strukturalisme, marxisme, dan pragmatisme.

Penentuan rasional ilmiah (fenomena) dan tidak rasional ilmiah (noumena). Sejak abad ke-20, hal ini ditentang oleh Post-modernisme yang mengaburkan konsep “rasionalitas.” Konsep Kant bahwa yang bisa diketahui hanya fenomena, pada akhirnya nanti menjadi lebih radikal dalam post-modernisme nihilistik.

Hingga zaman sekarang pengaruh Kant sangat besar hingga mempengaruhi filsuf postmodernis seperti Lyotard (Bartens, 2001). Franz Magnis Suseno (1992) menyebut Kant sebagai filsuf paling besar pengaruhnya salama kurun waktu 500 tahun terakhir.

Tokoh-tokoh yang menganut paham ini di antaranya adalah Otto Liebmann, Kuno Fischer, Hermann von Helmholtz, Friedrich Albert Lange, Eduard Zeller, African Spir, Hermann Cohen, Alois Riehl. Aliran neokantianisme dalam perkembangannya melahirkan beberapa mazhab, seperti Mazhab Marburg yang didirikan oleh Cohen, Mazhab Goettingen yang didirikan oleh Jacob Fridrich Fries, dan Mazhab Heidelberg yang dirintis oleh Wilhelm Windelband dan memilki jurnal bernama Logos.

Buah pikiran Immanuel Kant dalam tataran kritik atas rasio praktis yang menjadi kaidah bagi kehidupan manusia modern seperti 1)Maksim-maksim (kaidah-kaidah pribadi) yang berbeda pada setiap orang mulai dari aturan yang permanen dan bersifat pribadi sampai dengan aturan yang bisa berubah-ubah; 2)Undang-undang (kaidah umum) yakni aturan yang resmi/formal dan bersifat eksternal (datang dari luar diri kita); 3)Imperatif hipotetis (seandainya, harus).4) Imperatif kategoris (aturan mutlak). Aturan ini mencakup totalitas hidup yang mendasar. Contoh: Harus menepati janji, jangan berbohong.

Pemikiran Kant yang lain yang berpengaruh yakni tujuan moral adalah “kebahagiaan” (eudaimonisme). Kehidupan moral bisa dipahami dan ada artinya (make-sense), jika memegang tiga hal sebagai postulatnya: a) Ada kebebasan untuk memilih ataupun tidak memilih. b)Ada jiwa: unsur psikis sejauh wilayah psikologis. C) Ada Tuhan yang bisa mengganjar kehidupan moral orang-orang baik di dunia dan akhirat.

Rasionalisme dalam kehidupan modern adalah pengaruh pemikiran Immanuel Kant. Rasional pada tingkat teoretis harus mempunyai dasar yang jelas (fundationalistik). Rasional pada tingkat praktis harus bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan nalar. Agama berdasarkan rasional tidak mungkin. Agama bernilai karena memberi dasar moral.

 

F.Pengaruh Pemikiran Kant Pada Psikologi

Dalam ranah Psikologi Kepribadian pemikiran Kant masuk dalam teori yang disusun berdasar pemikiran spekulatif berdasarkan  metodologi yang digunakan menyusun suatu teori. Pemikiran Immanuel Kant masuk dalam teori temperamen ketika menggolongkan atas dasar komponen kepribadian yang dipakai sebagai titik tolak dalam penyusunan perumusan teoritis, dan teori yang mempunyai cara pendekatan tipologis.

Teori Immanuel Kant tentang kepribadian manusia sebagian terdapat dalam Critique der praktischen vernunft (1788) dan Anthropologie (1799). Watak (character) dalam arti normatif terdapat dalam Critique der praktischen vernunft. Watak sebagai kualitas pembeda satu orang dengan yang lain secara khas terdapat dalam Anthropologie.

Kant juga menyinggung temperamen yang dianggapnya sebagai corak kepekaan atau sinneart, sedangkan watak sebagai corak pikiran atau denkungsart. Temperamen menurut Kant mengandung dua aspek yaitu: 1) Aspek fisiologis yaitu konstitusi tubuh, kompleks atau susunan cairan-cairan jasmaniah; 2) Aspek psikologis yaitu kecenderungan-kecenderungan kejiwaan yang disebabkan oleh komposisi darah.

Aspek psikologis mencakup dua tipe temperamen yakni 1) temperamen perasaan yang mencakup sanguinis dan lawannya serta melankolis; 2) temperamen kegiatan meliputi choleris dan lawannya serta phlegmatis.

 

Ikhtisar pendapat Kant

                                                                                                  Character dalam arti etis/normatif

 

Character

(Denkungsart)            Character dalam arti deskriptif                                                Sanguinis

Manusia

                                                                     Aspek fisiologis                  Temp perasaan                

                               

                                Temperament                                                                                                      (Sinheart)                                                                                                                                                                              Melancholis

                                                                      Aspek psikologis                                                            Choleris

                                                                                                                  

    Temp kegiatan

  Phlegmatis

Psikolog yang terpengaruh dengan pemikiran Kant antara lain Carl Gustav Jung (1875-1961).Ia seorang psikiater dan perintis psikologi analitik. Pengaruh  Immanuel Kant tampak pada Filsafat Timur vs Barat dan prinsip harmoni keseimbangan. Jung semula murid Sigmund Freud, namun kemudian berubah haluan. Menurut Jung kepribadian merupakan kombinasi mencakup perasaan dan tingkah laku, baik sadar maupun tidak sadar.  Ia menekankan pemahaman “psyche” melalui eksplorasi mimpi, seni, mitologi, agama serta filsafat.

Psikolog lain yang terpengaruh pemikiran Immanuel Kant adalah Piaget, tokoh psikologi perkembangan dari Swiss yang menjabat sebagai profesor psikologi di Universitas Geneva. Piaget terkenal dengan teori perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh Immanuel Kant.  Teori perkembangan Piaget dibagi menjadi empat tahap yang lebih kurang sama yaitu (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan (4) remaja. Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua pemikiran anak.

Salah seorang neokantianis terkenal, Enselhans, menerbitkan sebuah karya dalam disiplin ilmu psikologi kepribadian berjudul Character building (1908). Jika Kant membagi temperamen aspek psikologis menjadi dua yakni perasaan dan kegiatan, Enselhans membatasi temperamen pada perasaan saja.  Sebab dia berpendapat memang hanya itulah yang ada; apa yang disebut Kant sebagai temperamen kegiatan menurutnya adalah konstitusi afektif yang menentukan kegiatan dalam hubungan dengan kehidupan kemauan.Kepribadian (character) seseorang terlihat dari tindakan yang merupakan tindakan kemauan,kemauan adalah wujud temperamen.

Temperamen                   Kemauan                       Tindakan

 

IV.Kesimpulan

Immanuel Kant, seorang mekanis dan abstrak yang  humanis termasuk salah seorang filsuf besar pada abad ke 18 memberi pencerahan dengan filsafat kritisisme yang mendobrak dogmatism, mendamaikan pertentangan dua aliran rasionalisme dan empirisme, menghidupkan metafisika yang berbeda dengan metafisika tradisional.

Melalui Revolusi Kopernikan Kant menjadikan manusia sebagai titik sentral dengan menyelidiki struktur-struktur subyek yang memungkinkan benda-benda diketahui sebagai obyek tidak sebaliknya seperti yang biasa dilakukan filsuf sebelumnya yang mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri kepada obyek (Dister, 1992).

Inovasi pemikiran Kant dengan tiga fokus utamanya pada bidang epistemologi, metafisika, dan etika (filsafat moral) masih berpengaruh hingga sekarang baik dalam tataran ilmu khususnya Filsafat dan Psikologi maupun wilayah praktis. Wajar jika ia disebut sebagai filsuf paling berpengaruh 500 tahun terakhir oleh Frans Magniz Suseno.

 

 

 

 

 

Referensi

Adelbert Snijder. Seluas Segala Kenyataan

Suparto. Epistemologi Immanuel Kant: Sebuah Tantangan Fajar Budi, Skripsi Jurusan Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Jakarta, Universitas Indonesia, 2003.

Windo Wibowo. Kritisisme Kant: Sintesis Antara Rasionalisme dan Empirisme. Jakarta, Universitas Indonesia

Sumardi Suryabrata. Psikologi Kepribadian. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011

Hawasi. Immanuel Kant: Langit Berbintang di Atasku Hukum Moral di Batinku. Jakarta, Poliyama Widyapustaka, 2003.

Hawasi. David Hume:Kita Mempunyai Perasaan Moral. Jakarta, Poliyana Widyapustaka, 2003.

Paul Strathern. 90 Menit Bersama Kant. Jakarta, Erlangga, 2001.

Reza A A Wattimena. Filsafat dan Sains: Sebuah Pengantar. Jakarta, Grasindo, 2008

Manfred Kuehn (2001). Kant: A Biography. Cambridge University Press

http://fajar-berbagi.blogspot.com/2011/11/jejak-sophist-di-era-modern-dan-post.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/tugas-1-etika-profesi-2/

http://psychologyworld.wordpress.com/

http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/04/seri-filsafat-immanuel-kant

http://ang-gun.blogspot.com/2009

http://www.scribd.com/doc/57041262/Immanuel-KantTembolok

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2109377-tokoh-filsafat-immanuel-kant-1724/

Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 697-700

Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 524-525.